Penyuluhan Pertanian Yopy
Selasa, 27 Oktober 2015
1
komentar
BAB I
PENYULUHAN PERTANIAN DI INDONESIA
1.1.
Sejarah
Singkat
Awal
tahun 1969 saat akan dimulainya pembangunan lima tahun (pelita) I mulailah
disusun pola pengembangan pertanian yang dikenal dengan “Improvement and
Strengthening of Agricultural Extension Activities”. (Memperbaiki dan
Memperkuat Kegiatan Penyuluhan Pertanian). Pola itu membuat upaya memperbaiki
kegiatan penyuluhan pertanian secara kualitatif dan upaya memperkuat kegiatan
secara kuantitatif. Upaya kualitatif diantaranya diperluasnya program tidak
hanya untuk petani, tetapi juga wanita tani dan pemuda tani; dikembangkan
berbagai metode seperti demplot, denfarm, demarea, dan duminit, siaran
pedesaan, bahan cetakan dan bahan audio visual; dan pelatihan pegawai. Upaya
kuantitatif diantaranya direktrutnya pegawai baru, pengadaan peralatan kerja
dan transport, penambahan dan perbaikan balai penyuluhan pertanian dan
pembentukan balai informasi pertanian.
Selama
Pelita I kelompok tani (dewasa, wanita dan pemuda) tumbuh berkembang dari,
untuk dan oleh mereka. Dirintis pula metoda untuk menghidupkan swadaya seperti
demostrasi Panca Usaha (demplot), domostrasi usaha tani (demfarm), siaran
pedesaan berikut kelompok pendengarnya dan kursus tani. Balai Penyuluhan
Pertanian (BPP) mulai diperbaharui dan dirintis pula upaya penyusunan program
penyuluhan pertanian ditingkat BPP. Korps penyuluhan pertanian generasi muda
yaitu Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS)
mulai dirintis dalam program Bimas. Produksi padi terus meningkat dan keluarga
tani mulai percaya kepada kemampuan dan swadaya diri sendiri seperti tercermin
dari pelaksanaan Pekan Nasional Pertemuan Petani (Penas) yang pertama tanggal
18-25 September 1971 di Cihea, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, dan Seminar
Nasional tanggal 26 April 1980 yang bertempat di Sekolah Tinggi Penyuluhan
Pertanian Magelang – Jawa Tengah.
Selama
Pelita II sampai dengan Pelita IV kelembagaan pendidikan, latihan dan
penyuluhan pertanian terus diperbaiki mutunya dan diperbanyak jumlahnya dengan
bantuan dana dari Bank Dunia. Contoh kelembagaan tersebut adalah Sekolah
Pertanian Pembangunan (baik yang dikelola Departeman Pertanian maupun
Pemerintah Daerah), Balai Latihan Pegawai Pertanian (BLPP), Balai Informasi
Pertanian (BIP), Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), Balai benih, dan Balai
Proteksi Tanaman. Pada akhir Pelita V melalui proyek Nasional Food Crop
Extension Project (NFCEP) dan proyek Nasional Agricultural Extension Project
(NAEP) dapat dibangun dan direhabilitasi lebih dari 1.300 BPP.
Pada tahun 1976 dirintis pula arah jenjang
karir jabatan fungsional bagi penyuluhan pertanian. Setelah mengalami
perjuangan yang panjang dan menyita hamper satu dasawarsa, akhirnya jabatan
fungsional penyuluh pertanian dapat diakui oleh Pemerintah dengan dikelurkan
Surat Keputusan Mentri Negara pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
73/Menpan/1985.
1.2.
Falsafah dan Pengertian Penyuluhan Pertanian
Falsafah
berusaha untuk mengadakan penelitian mengenai hakekat dari segala sesuatu,
termasuk hakekat manusia. Anak manusia dilahirkan dalam keadaan belum siap
melaksanakan hidupnya. Karena belum siap ia harus mempersiapkan diri dan
mendapatkan perlakuan khusus. Tidaklah mengherankan jika anak manusia
memerlukan waktu yang jauh lebih lama, bila dibandingkan dengan hewan, untuk
mempersiapkan hidupnya. Manusia mempunyai kesempatan jauh lebih lama
dibandingkan dengan hewan untuk berlatih dan belajar melaksanakan kehidupan.
Manusia dilahirkan dalam keadaan belum
dapat menolong dirinya sendiri. Oleh karena itu pada saat tersebut dan masih
lama setelah itu dalam hidupnya, ia masih memerlukan bantuan. Bantuan tersebut
harus datang dari pihak lain. Tanpa bantuan dari pihak lain, manusia tidak
mungkin dapat melangsungkan hidupnya. Bantuan itu bukan hanya untuk kebutuhan
fisik akan tetapi juga kebutuhan psikologis, sosial, dan normatif. Kebutuhan
psikologis berupa rasa aman dan cinta kasih. Kebutuhan sosial antara lain
berupa komunikasi dan interaksi antara sesame manusia. Sedangkan kebutuhan
normative berupa hokum dan peraturan yang menjamin ketertiban dalam hidup
masyarakat. Dari ketiga kebutuhan tersebut tidak dapat dilakukan sendiri namun
memerlukan bantuan orang lain.
Menurut Langevald, 1966, mengatakan
bahwa fenomena perlu bantuan orang lain pada masa anak ini dampaknya sangast
besar bagi perkembangan manusia. Selanjutnya ia berpendapat bahwa anak manusia
dilahrkan dalam lingkungan manusiawi yang brcirikan tanggung jawab, penuh
perasaan, komunikatif, dan sosial religius. Keadaan perlu bantuan bagi anak
manusia itu tidak merupakan beban bagi orang tua, melainkan justru dirasakan
sebagai suatu karunia. Kesediaan serta ketulusan orang tua untuk mendidik
maupun merawat anak itu mempersiapkan dirinya menyongsong hari depannya.
Sedangkan menurut Nietzche, 1988,
berpendapat bahwa manusia adalah makhluk yang belum selesai. Oleh karena itu
manusia dalam hidupnya mengemban tugas untuk menyelesaikan diri, untuk
meningkatkan diri. Untuk meningkatkan diri, maka manusia itu menurut pendapat
Langevelt dapat diangap sebagai “animal educandum” yakni “hewan” yang perlu
dididik agar dapat melaksanakan tugas hidupnya secara mandiri. Rumusan
ini mengandung pengertian bahwa manusia adalah “educable animal” atau “hewan
yang dapt dididik”.
Bahwa
manusia adalah manusia makhluk yang dapat dididik dapat dijelaskan dari sudut
pandang empat prinsip dasar antropologis pendidikan, yaitu :
1. Prinsip sosialitas dapat diartikan bahwa
manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial. Dalam melangsungkan kehidupannya
secara fundamental ia perlu bergaul dengan sesamanya. Dalam interaksi itu ia
dapat memberi dan menerima pengaruh dari orang lain yang ikut terlibat di
dalamnya.
2. Prinsip individulitas menjelaskan bahwa
setiap individu memiliki eksistensinya sendiri. Walaupun dalam kehidupan
kesehariannya setiap individu selalu berinteraksi dengan individu lainnya dalam
masyarakat, namun mereka masing-masing dapat memiliki ciri-ciri individual yang
berbeda satu dengan lainnya.
3. Prinsip identitas moral diartikan bhwa
pada dasarnya semua manusia sama dalam hal kemampuan mengenal perbuatan yang
baik atau yang buruk menurut nilai moral yang dianut ole masyarakatnya serta
mampu pula menyelaraskan tingkah lakunya dengan tuntutan moral tersebut.
4. Prinsip unisitas mengatakn bahwa setiap
individu bersifat unik dan tiada satupun individu yang benar-benar identik
dengan individu lainnya.
Keempat prinsip dasar antropologi
pendidikan ini menjadi landasan yang kuat untuk membuktikan bahwa manusia
adalah makluk hidup (prinsip sosialitas) antara orang dewasa dan anak-anak,
agar yang terakhir ini kelak dapat menjalani kehidupannya secara mandiri dan
penuh tanggung jawab.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian
mengenai falsafah seperti tersebut diatas adalah bahwa manusia sebagai makluk
hidup perlu dididik karena :
1. Manusia dilahirkan bukan dalam keadaan
dewasa. Mereka belum dapat bertindak secara mandiri dan bertanggung jawab dalam
melaksanakan tugas hidupnya.
2.
Kemampuan
manusia untuk hidup sebagai makluk sosial yang secara mandiri dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan tugas hidupnya, tidak diperoleh mereka melalui instink
dan pertumbuhan serta perkembangan diri dalam. Oleh karena itu manusia
perlu dididik.
3.
Agar manusia dapat hidup dalam kehidupan yang
bermartabat selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan, mereka tidak cukup hidup
hanya dengan mengandalkan dorongan-dorongan nafsu dan instink belaka. Oleh
karena itu pendidikan diperlukan guna “memanusiakan manusia”.
1.3.
ETIKA PENYULUHAN PERTANIAN
“jika orang yang tidak benar menggunakan
sarana yang benar, maka sarana yang benar tersebut akan beralih kearah yang
keliru”
(pepatah yopy)
Citra ideal
manusia dan masyarakat
Bagaimana
kita membentuk citra ideal menganai manusia dan masyarakat? telah ditegaskan
bagaimana agen penyuluhan yang berkeiginan membantu petani membentuk pendapat
yang tepat dan mengambil keputusan yang rasional, dengan mengunakan hasil
penelitian secara lebih optimal. Pada
masa lalu, kita beranggapan bahwa penerapan ilmu pengetahuan otomatis akan memberikan
peningkatan kehidupan. Kini asosiasinya antara pengetahuan dan perang
penyebabkan sebagian orang meragukan pandangan tersebut. Bahkan ada yang
percaya bahwa pemecahan masalah nonilmiah hamper selalu lebih baik.
Pandangan ekstrim ini tidak selalu benar,
karena ilmu bpengetahuan terbukti lebih seringg memberbaiki masyarakat dari
pada mewujudkan perubahan yang tidak di kehendaki walaupun dapat diterima bahwa
yang disebut belakangan pun perna terjadi sebagai contoh, pengembangan
insektisida dieldrin memberi agan penyuluhan sarana yang berharga untuk
mengendalikan berbagai jenis hama tanaman dan lading. Sayangnya, pengembangan
ini juga meninggalkan endapan residu yang berbahaya di dalam daging ternak yang
akan dikonsumsi manusia.
Pertumbuhan ekonomi yang terus berlangsung
dan dpendapatan per kapita yang semakin tinggi merupan tujuan dari banyak
masyarakat industri salama bertahun-tahun. Semakin berkurangnya sumber daya
alam, dan semakinbanyaknya masalah pencemaran dan gangguan lingkungan mendorong
masyarakat untuk meninjau kembali tujuan mereka. Masyarakat keras berjuang
untuk meningkatkan pendapatan anggotannya tetapi menunjukan sedikit keprihatian
terhadap dampak lingkukan dari peningkatan produksi serta konsumsi.
Keputusan untuk mendorong atau tidak terhadap
pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat tergantung pada tolak kur kahidupan yang
dinikmati oleh sebagian basar masyarakatnya. Yang hidup di nagara industri maju
kemungkinan berbada jawabannya dengan mereka yang hidup di Negara berkembang.
Beberapa orang dari Negara industri maju yang bekerja di Negara sedang
berkembang menganggap bahwa perubahan yang terjadi di Negara asalnya juga
dianggap perlu di Negara tempat mereka bekerja.
Namun demikian, pertanyaan berdasarkan
mengenai perbaikan kesehatan dan pengharapan hidup lebih lama, berlainan
jawabannya di lingkungan masyarakat yang berbeda-beda. Pendapat mengenai
perubahan yang diinginkan sangat dipengaruhi oleh pendapat pribadi mengenai
suatu masyarakat. Pandangan ini adalah hasil dari proses pengembangan budaya
yang luas, di samping pengalaman pribadi.
Kebanyakan agen penyuluhan dari masyarakat
industri mempunyai pendidikan formal lebih tinggi dari petaninya, dengan
pengalaman yang luas pada kehidupan kota beserta nilai-nilainya. Dengan
demikian tentu saja mereka memiliki pandangan yang berbeda mengenai
masyarakatnya disbanding dengan petani. Perbedaan antara agen penyuluhan dan
petani lebih menonjol lagi dalam situasi lintas budaya.
Adanya tekanan, produk samping dari
perkembangan industri modern, ditambah dengan kesadaran bahwa Negara-negara
kaya menjadi semakin kaya, sedangkan Negara-negara miskin tetap miskin,
mendorong banyak orang untuk meninjau kembali norma dan tata nilai masyarakat.
Hal demikian merupakan tugas yang paling penting bagi agen penyuluhan untuk
mendorong petani mengangkat isu tersebut. Satu di antara tujuan agen penyuluhan
dan latihan pengembangan adalah memberbesar otonomi pribadi dengan
mengembangkan kebebasan individu untuk mengambil keputusan sendiri.
Meningkatkan kebebasan berarti mempunyai tanggung jawab lebih besar terhadap
konsekuensi suatu tindakan. Kebebasan bertingdak yang lebih besar juga dapat
digunakan untuk membatasi kebebasan orang lain atau mengganggu kepentingan
mereka.
Jika dibadingkan pandangan ideal tentang
manusia dan masyarakat dengan norma dan tata nilai menyeluruh dari suatu
masyarakat dan dengan norma dantata nilai pribadi dari penyuluh dan petani,
terdapat perbedaan yang mencolok antara ketiganya. Perbedaan tersebut
memungkinkan terjadinya benturan. Walaupun demikian, agen penyuluhan yang telah
menjatuhkan pilihannya akan mampu menerima tanggung jawab terhadap keputusan
yang diambil dalam tugasnya.
Mengubah
struktur masyarakat
Dalam
keadaan yang bagai mana danuntuk tujuan apa seorang agen penyuluhan boleh atau
harus bekerja sama mengubah struktur msyarakat demi kepentingkan petani ?
jawaban atas pertanyaan ini tergantung pada apakah agen penyuluhan mengikuti
strategi model konflik atau memberi saran kepada pengambil keputusan sosial.
Keputusan demikian harus dibuat di proyek pengembangan desa yang melibatkan
pemegang kekuasaan di desa, agen penyuluhan, dan perkumpulan petani miskin dan
buruh tani.
Pandangan
kita mengenai suatu masyarakat yang dipengeruhi oleh keyakinan kita akan adanya
perselisihan atau kerukunan mengenai kepentingan antar kelompok di masyarakat
tersebut. Pandangan ekstrim hanya sedikit pengaruhnya; yang banyak dijumpai
adalah adanya perselisihan yang berdampingan dengan kerukunan kepentingan. Karena itu, penting melakukan analisis
struktur masyarakat.
Agen penyuluhan tidak saja memikirkan
perubahan tetapi juga cara memberikan bantuan pada masyarakat. Apakah agen
penyuluhan harus turut dalam tindakan menekan politisi dan aparat pemerintah,
walaupun tindakan tersebut melanggar hokum ? dapatkah penyuluh mengambil
tindakan yang tidak sesuai dengan batasan tanpa pengetahuan atasan tersebut ?
perlukah di jawab pertanyaan-pertanyaan ini ?
1.4.
Pendekatan penyuluhan pertanian
George
H. Axinn, (1988), mendefenisikan istilah pendekatan penyuluhan pertanian
sabagai gaya kegiatan dari sistem penyuluhan pertanian. Pendekatan diibaratkan sebagai irama gendang yang
menentukan semua kegiatan dari suatu sistem. Di Indonesia pengertian pendekatan
tidak hanya merupakan suatu komponen dari sistem. Pendekatan merupakan doktrin dari
sistem yang mengatur struktur, kepemimpinan, program, metoda dan teknik,
sumberdaya, dan keterkaitan dengan instansi atau lembaga lainnya.
Selanjutnya Ia membedakan delapan jenis
pendekatan penyuluhan pertanian, yakni :
1.
Pendekatan
Penyuluhan Pertanian Umum
Pendekatan
penyuluah pertanian umum paling banyak dianut di berbagai Negara, dan
diselenggarakan oleh organisasi pemerintah yang menangani pertanian. Biasanya
pemerintah pusat mempunyai departemen pertanian dengan berbagai devisi. Satu
diantaranya adalah penyuluhan pertanian. Walaupun departemen pertanian
menggunakan berbagai pendekatan, pendekatan yang paling menonjol selama 80
tahun terakhir adalah pendekatan penyuluhan pertanian umum.
2.
Pendekatan
Komoditi
Pendekatan komoditi adalah meningkatnya
produksi komoditi tertentu. Dibandingkan dengan maksud dari pendekatan lainnya,
pendekatan ini tidak rumit dan lebih tegas. Perencanaan program dikendalikan
oleh organisasi komoditi. Pelaksanaan program cenderung berupa perintah kepada
petani oleh staf penyuluhan dari organisasi komoditi.
3.
Pendekatan
Latihan dan Kunjungan
Pelaksanaan pendekatan ini pada dasarnya
mengandalkan kepada kunjungan penyuluhan pertanian lapangan kepada kelompok
tani atau kontak tani. Juga latihan setiap dua minggu sekali oleh penyuluh pertanian
spesialis kepada penyuluh pertanian lapangan. Ciri lainnya dari pendekatan ini,
karena hanya mengandalkan kepada sumber dana internasional, adalah meningkatnya
jumlah petugas lapangan. Peningkatan petugas lapangan biasanya laki-laki dan
berasal dari luar wilayah tempat mereka bekerja.
4.
Pendekatan
Penyuluhan Pertanian Partisipatif
Pendekatan
ini adalah bahwa masyarakat tani memiliki kebijasanaan cara-cara
berusahataninya, tetapi tingkat produktifitas maupun kesejahteraannya dapat
diperbaiki dengan mempelajari apa yang diketahui dari luar lingkungan.
Diansumsikan adanya sistem pengetahuan pribumi/asli yang walaupun berbeda
dengan sistem pengetahuan ilmiah, akan diperoleh banyak manfaat bila ada interaksi diantara keduanya. Dikatakan juga
bahwa penyuluhan pertanian yang efektif tidak dapat diraih tanpa partisipasi
aktif dari para petani, maupun penelitian dan instansi yang terkait; dan bahwa
terdapat efek penguatan dalam kelompok.
Maksud dari pendekatan ini adalah :
1. Meningkatnya kesesuiaan pesan dengan kebutuhan
petani
2. Meningkatnya proses belajar keluarga tani
melalui kegiatan kelompok
3. Diupayakannya rekomendasi yang cocok dari
peneliti dengan berpartisipasi petani dengan memberikan umpan balik kepada
peneliti
4.
Disesuikannya imput, kredit dan pemasaran sesuai
kebutuhan petani
5. Meningkatnya efisiensi dan efektivitas
penyuluhan pertanian.
5.
Pendekatan
Proyek
Pendekatan ini adalah pembangunan akan
berhasil baik bila dilancarkan bantuan besar-besaran dari luar. Asumsi lainya
adalah dampak kegiatan, yang dilaksanakan dalam keadaan buatan, akan berlanjut
manakala bantuan dari luar terhenti.
Dalam proyek tertentu, maksud dari
pendekatan ini untuk mendemostrasikan apa yang dapat dikerjakan dalam waktu
tertentu di wilayah tertentu. Maksud lainnya menguji-cobakan berbagai macam
metoda penyuluhan pertanian, sehingga diketahui metoda mana yang paling baik.
Maksud ketiga adalah memasukan kemampuan penyuluhan pertanian dalam proyek
pembangunan masyarakat desa atau pembangunan pertanian.
Penyusunan program biasanya dikendalikan
oleh fihak luar desa, pemerintah pusat, instansi donor atau kombinasinya.
Pelaksanaan proyek biasanya dilakukan oleh Unit Pelaksanaan Proyek.
Keberhasilan diukur oleh adanya perubahan di lokasi proyek. Bila masyarakat
pedesaan di lokasi proyek mengalami perubahan sesuai anjuran proyek disebut
berhasil.
6.
Pendekatan
Usaha Tani Terpadu
Pendekatan
ini adalah tidak tersedianya teknologi yang sesuai dengan kebutuhan petani,
khususnya petani kecil, dan harus dikembangkan di lokasi tertentu. Maksudnya
adalah agar penyuluah pertanian (kemudian para petani) mendapat hasil
penelitiaan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan dari masyarakat setempat.
Penyusunan program menyita banyak waktu
karena diterapkannya pendekatan menyeluruh seperti tanaman, ternak dan
masyarakat setempat. Dengan demikian pengendalian programa dilakukan bersama
oleh petani dan wanita tani setempat, penyuluh pertanian dan peneliti
pertanian. Pelaksanaan programa biasanya mengunakan pendekatan sistem yang juga
melibatkan peneliti dari berbagai disiplin ilmu.
7.
Pendekatan
Pembiayaan Bersama
Asumsi
yang dianut adalah bahwa program pendidikan non formal akan meraih tujuan
apabila mereka yang menerima manfaat ikut menanggung pembiayaaan. Diasumsikan
pola programa yang disusun akan disesuaikan dengan keadaan local, dan penyuluhan
pertanian akan melayani para petani dengan sungguh-sungguh.
Maksud
dari pendekatan ini adalah membantu petani mempelajari apa yang diperluakan
untuk meningkatkan produktivitas usahataninya dan meningkatkan kesejahteraan
keluarganya. Maksud lainnya adalah untuk menjamin kelangsungan pembiayaan
penyuluhan pertanian, baik tingkat pusat maupun tingkat lokal.
8.
Pendekatan
Kelembagaan Pendidikan
Asumsi
yang dianut adalah bahwa kelembagaan pendidikan memiliki pengetahuan teknis
yang relavan dan berguna bagi masyarakat tani. Asumsi lainnya adalah bahwa staf
pengajar memerlukan interaksi dengan para petani agar staf pengajar menjadi
guru pertanian yang baik. Maksudnya ada dua, yaitu 1) membantu masyarakat tani
memanfaatkan hasil penelitian pertanian, 2) membantu staf pengajar dan para
mahasiswa mempelajari praktek nyata usahatani dilokasi tertentu.
1.5.
Peranan pertanian dalam pembangunan
Berbagai pakar memberikan pengertian
tenteng pembangunan. Todora, 1978, menyatakan bahwa pembangunan
merupakan proses multi dimensional yang melibatkan perubahan besar dalam
struktur sosial, sikap dan lembaga-lembaga nasional, termasuk percepatan
pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan ekonomi dan memberantas ketakutan
absolute. Nilai-nilai hakiki manusia harus ditegakkan, yaitu kebutuhan hidup
mencukupi kebutuhan pangan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan dan
perlindungan. Harga diri manusia harus ditegakkan, nilai-nilai manusia harus
dihormati. Pembangunan harus mengandung kebebasan yaitu tidak ada ketergantungan,
bebas dari kebodohan, bebas memiliki dan bebas dari ketakutan.
Misra, 1981, mengemukakan bahwa konsep pembangunan merupakan
suatu kegiatan usaha manusia yang terdiri dari berbagai macam disiplin fenomena
sejalan dengan ideologinya sendiri selama aspek budaya yang dapat dilihat dalam
pelaksanaan. Dengan demikian budaya yang lebih tinggi. Pembangunan itu
merupakan suatu proses, dan proses itu akan mencapai nilai-nilai yang tertuju
pada masyarakat seluruhnya.
Banoewidjojo, 1978, mengatakan bahwa pembangunan merupakan
proses perubahan dari keadaan lama menjadi keadaan baru yang leih baik,
bersifat kontinyu. Dari perubahan itu akan menimbulkan pertumbuhan ekonomi
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan petani meupun masyarakat pada umumnya.
Memberbaiki yang sudah ada menjadi lebih baik dan bermanfaat untuk kehidupan
masyarakat. Pembangunan mencakup proses perubahan fisik, sosial dan ekonomi dan
proses pembangunan itu sendiri, tidak statis tetapi dinamis dan menghendaki
tata nilai yang berasal dari masyarkat sendiri. Sedangkan menurut Soedjatmoko,
1972, dan Tjokroamidjojo, 1980, menjelaskan, proses pembangunan
merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu
proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri tergantung kepada manusia
dan struktur sosialnya.
Dari berbagai pendapat diatas maka dapat
disimpulkan bahwa pembangunan merupakan suatu proses kegiatan diberbagai sektor
produksi dan jasa dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang terdiri dari fauna,
flora, pertambangan serta manusia, yang terurai dalam bidang-bidang pertanian,
perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, pertambangan dan galian untuk
keperluan hidup manusia. Aktivitas pembangunan terjalin dalam satu sistem
organisasi yang dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial budaya masyarakat. Adapun
tujuan pembangunan itu sendiri adalah untuk mencapai kesejahteraan di bidang
ekonomi masyarakat.
Sedangkan pembangunan pertanian merupakan
proses dinamis untuk meningkatkan sektor pertanian dalam menghasilkan
barang-barang yang dibutuhkan masyarakat (pasar), dengan menggerakan segenap
daya mampu manusia, modal, organisasi, teknologi dan pengetahuan untuk
memanfaatkan dan sekaligus melestarikan sumberdaya alam guna menjamin
kesejahteraan dan kelangsungan hidup petani dan Bangsa (masyarakat nasional).
Dengan perkataan lain pembangunan pertanian adalah usaha untuk
mentranformasikan pertanian tradisional menjadi maju, yang produktivitas terus
menerus meningkat.
Adapun
tugas pokok pembangunan pertanian menurut Mosher,1990, adalah :
1.
Mencari cara berusahatani yang dapat digunakan secara
efektif oleh petani biasa;
2. Mencari keguanan yang lebih produktif dari
usahatani yang produktivitas sedang sejalan dengan cara-cara praktis untuk
meningkatkan kesuburan tanah;
3. Menciptakan sumberdaya berupa pendidikan,
sarana usahatani, kredit dan pasar yang menjadi kemudahan bagi petani yang
inggi meningkatkan produktivitasnya.
1.6.
Penyuluhan pertanian dalam konteks pemberdayaan
Penyuluhan
pertanian adalah suatu sistem pendidikan di luar sekolah untuk keluarga-keluarga
tani di pedesaan, dimana meraka belajar untuk menjadi mau, tahu, dan bisa
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya secara baik, meguntungkan dan
memuaskan. Jadi penyuluahan pertanian itu adalah suatu bentuk pendidikan yang
cara, bahan dan sarananya disesuaikan pada keadaan, kebutuhan dan kepentingkan,
baik dari sasaran, waktu maupun tempat. Karena sifatnya yang demikian maka penyuluhan pertanian biasa disebut
pendidikan nonformal.
Selanjutnya penyuluahn itu sering disebut
suatu bentuk pendidikan pembangunan karena sifatnya yang selektif, dalam arti
memilih bahan dan metoda pendidikannya yang langsung dan segera menunjang
pelaksanaan pembangunan yang dikehendaki.
Untuk kelangsungan hidup dan juga untuk
peningkatan tarafnya setiap masyarakat harus berusaha mengadakan perobahan
kebudayaan. Kemusnahan dan kemunduran taraf hidup dapat terjadi karena :
bencana alam, kemorosotan moral manusia, kemunduran sumber-sumber daya,
penyakit menular, peningkatan jumlah penuduk yang tidak terkendalikan dan lain-lain.
Perobahan kebudayaan itu disebabkan antara
lain oleh penemuan-penemuan baru. Dari dalam maupun dari luar masyarakat itu
sendiri, dan penyebarannya secara cepat maupun lambat-laun keseluruh pelosok
dan lapisan masyarakt. Penemuan-penemuan baru itu adalah kombinasi-kombinasi
baru dari unsur-unsur yang sudah diketahui lebih dahulu, baik kebudayaan
materiil maupun dari yang sprituil.
1.7.
Lingkup penyuluhan pertanian
a.
Penyuluhan pertanian sebagai kegiatan agribisnis
Memenuhi
kebutuhan pengan merupakan tugas yang terus-menerus dihadapi oleh suatu nengara
dan penduduknya. Apabila kebutuhan
pangan tersebut terpenuhi, maka baru dapat dihasilkan kehidupan. Dengan
demikian kegiatan pertanian yang efisien memainkan peranan yang penting. Dalam
hal ini efisiensi berarti mengombinasikan sebaik mungkin pengunaan tanah,
tenaga, modal dan kemampuan manajerial untuk menghasilkan produk yang dapat
dipasarkan dengan sumberdaya yang paling sedikit.
Tugas tersebut menjadi rumit karena
berlangsung perubahan dalam teknologi produksi, pengelolaan dan distribusi.
Kebiasaan dan pola makan penduduk juga berubah dan mempengaruhi kegiatan
pertanian. Industri bersaing dalam menyediakan tenaga maupun pasar. Perkotaan
berebut tanah.
Dewasa ini dituntut pula upaya peningkatan
efisiensi dalam sistem pemasaran pertanian. Penyuluh pertanian harus
mempersiapkan diri dengan
program-program pembelajaran mengenai pemasaran, distribusi dan pengunaan
produk pertanian. Adapun tujuan dari program ini adalah : mengurangi biaya
pemasaran produksi pertanian, memperluas pemasaran produksi pertanian, dan membantu masyarakat memahami sistem
pemasaran.
Agribisnis adalah seluruh kegiatan yang
menyangkut aspek penyediaan input produksi, pemasaran, pengelolaan dan
pendistribusian sampai pada konsumen akhir dari produk-produk pertanian.
Menurut Mustajab, 1999, dalam
konsep pembangunan ekonomi, agribisnis meliputi empat sub-sektor. Yang pertama
adalah sub-sektor agribisnis hulu (up stream agribusiness) yaitu kegiatan
industri dan perdagangan yang menghasilkan sarana produksi pertanian primer
seperti bibit, pupuk, pestisida dan alat-alat pertanian. Yang kedua adalah
sub-sektor usahatani (on-farm agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang
menggunakan sarana produksi pertanian primer untuk menghasilkan komoditas pertanian
primer. Yang ketiga adalah sub-sektor agribisnis hilir (down stream
agribusiness), yakni kegiatan ekonomi mengolah komoditas pertanian primer
menjadi produk olahan beserta perdagangan dan distribusinya. Yang keempat
adalah sub-sektor jasa penunjang kegiatan pertanian (agro supporting
institutions), yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribusiness seperti
perbankan, penelitian dan pengembangan, tranportasi, penyuluh pertanian dan
sebagainya.
Sistem agribisnis merupakan kegiatan yang
kompleks yang mulai dari perdagangan dan penyaluran sarana produksi sampai
produk-produk yang dihasilkan oleh suatu usahatani atau agribisnis yang paling berkaitan satu
sama lain. Dalam agribisnis terdapat sub-sistem yang terdiri dari: sub sistem
pengadaan dan penyuluhan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan
pengembangan sumberdaya pertanian; sub-sistem pertanian atau usahatani;
sub-sistem pangolahan hasil pertanian; dan sub-sistem pemasaran hasil-hasil
pertanian.
Sistem agribisnis yang efektif harus didukung oleh sistem pertanian yang
modern. Menurut Moster, 1971, beberapa faktor essensial untuk menunjukan
pertanian modern adalah : pasar untuk hasil usahatani, teknologi yang selalu
berubah, tersedianya sarana produksi secara lokal, perangsang produksi bagi petani,
dan fasilitas pengangkutan. Di samping lima faktor essensial seperti
dikemukakan di atas terdapat beberapa faktor pelancar (accelerator) pembangunan
pertanian untuk mempercepat menuju pertanian modern. Beberapa faktor pelancar
tersebut adalah : kredit produksi, memperbaiki mutu lahan usahatani,
perencanaan nasional untuk pembangunan pertanian, dan penyediaan fasilitas
penyuluhan pertanian. Beberapa ciri-ciri pertanian modern menurut Mosher,
1971, adalah : teknologi dan efesiensi usahatani selalu meningkat, macam
produksi usahatani selalu berubah menyesuaikan dengan permintaan pasar dan
biaya produksi, dan kualitas tanah dan tenaga kerja usahatani selalu mengalami
peningkatan.
Untuk mencapai pertanian modern dengan
ciri-ciri telah disebutkan dimuka, selain diperlukan lembaga-lembaga pendukung
yang tidak kalah pentingnya diperlukan petani berciri modern sehingga dapat
dengan cepat mengadopsi teknologi baru dan gagasan baru dibidang pertanian. Menurut
Inkeles, 1983, beberapa ciri manusia modern antara lain :
Keterbukaan dan kesiapan terhadap pengalaman
baru dan pembaharu;
Kepercayaan akan kemampuan manusia untuk
menguasai dan mengatur lingkungannya;
Kecendrungan
untuk merancanakan dan tepat waktu;
Orientasi kemasa depan;
Optimis;
Berani
mengambil resiko dalam mengejar kemajuan;
Percaya
tanpa prasangka buruk kepada orang lain.
Agar petani dapat mempunyai atau mendekati
sifat-sifat modern seperti kemukakan diatas maka diperlukan berbagai
usaha-usaha antara lain melalui kegiatan pendidikan baik formal maupun nonformal
(penyuluhan pertanian). Kerana tingkatan pendidikan formal yang dicapai petani
Indonesia relativ rendah, maka usaha harus lebih banyak ditekankan pada
kegiatan penyuluhan pertanian.
b.
Penyuluhan pertanian sebagai kegiatan keluarga
tani
Bagi
kebanyakan orang, kebutuhan selalu melebihi apa yang dapat diraihnya. Ini
memaksa orang untuk membuat berbagai keputusan mengenai sumberdaya apa yang
harus diraihnya dan bagaimana mengunakannya. Ini memerlukan kemampuan
manajerial yang didefenisikan sebagai kemampuan membuat keputusan untuk meraih
tujuan seefisien mungkin.
Keluarga
tani selalu menghadapi perubahan dalam produksi dalam berbagai barang dan jasa
yang ada, dan dalam perubahan pekerjaan dan kependudukan. Keluarga tani
terlibat langsung dalam keadaan yang selalu berubah ini. Keadaan ini
mempengaruhi usahanya, kehidupannya dan jenis pekerjaannya yang terbuka
baginya.
Manakala perubahan terjadi dengan cepat
dan kesempatan mengambil pilihan banyak, maka manajeman mamainkan peranan yang
lebih besar. Keadaan ini memerlukan perhatian penyuluhan pertanian disemua
tingkatan. Pengambilan keputusan yang bijaksana adalah ketrampilan yang dapat
dipelajari. Ketrampilan ini dapat digunakan oleh anggota keluarga tani,
kelompok tani, gabungan kelompok tani maupun koperasi tani. Ketrampilan ini
dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga tani.
Tuntutan akan program kesejahteraan keluargapun
perlu mendapat perhatian. Contohnya adalah ekonomi keluarga, menajeman rumah
tangga, makanan dan gizi, pakaian, perumahan, kesehatan dan keselamatan, dan
upaya peningkatan pendapatan keluarga tani. Penyuluhan pertanian perlu juga
memberbaiki dan memperkuat program pengembangan pemuda tani. Disamping program
magang juga diupayakan agar kontak tani menjadi lebih peka terhadap masalah
yang dihadapi pemuda tani dan berupaya mencari pemecahannya.
c. Penyuluhan pertanian sebagai bagian dari
pembangunan masyarakat
Pembangunan masyarakat dalam masyarakat
demokratis bukan hanya berkaitan rencana dan statistic, target dan anggaran,
teknologi dan metoda, perlengkapan dan staf pofesional, atau instansi dan
organisasi untuk mengelolah kesemuannya. Tetapi berkaitan dengan pengunaan
efektif dari hal-hal tersebut sebagai cara pendidikan untuk mengubah pekiran dan
tindakan orang sehingga mereka “membantu mereka sendiri” meraih perbaikan
ekonomi dan sosial. Dengan demikian prosesnya adalah bekerja sama dengan orang,
bukan untuk mereka; membantu orang menjadi mandiri, bukan tergantung pada orang
lain; menjadikan orang pemain utama dalam drama, bukan pembantu atau penonton;
dengan singkat, membantu orang lewat pendidikan agar mendapatkan pengetahuan
yang berguna bagi mereka. Proses ini adalah intisari dari pendidikan penyuluhan
pertanian.
Masyarakat apat diperbaiki dan
sumberdayanya dikembangkan. Ini adalah bukti keberhasilan program pembanguanan
masyarakat di berbagai Negara seperti Korea Selatan, India, Indonesia, dan
merupakan keyakinan untuk waktu yang akan datang. Masyarakat pedesaan yang
kecil saling memiliki kesatuan geografis yang kuat, dan setiap penduduk
mengahadi masalah dan perhatian yang bersamaan. Pusat perkotan yang besar
menyediakan tatacara agar keluarga yang berbeda perhatian dapat hidup dan
bekerjasama. Kelompok untuk mengembangan sumberdaya mereka dengan baik.
Penyuluh pertanian akan berhadapan dengan
tiga jenis sumberdaya :
v
Alam :
tanah, air, iklim, mineral, dll;
v Manusia : masyarakat dengan sikapnya, ketrampilannya
dan
bakatnya;
v Kelembagaan : sekolah, tempat
beribadah, pasar, instansi
pemerintah dan organisasi masyarakat lainnya
yang memenuhi kepentingan masyarakat.
Dalam pelaksanaan tugasnya, penyuluh
pertanian akan melayani beragam masyarakat dengan beragam proyek. Tetapi tujuan
dasarnya akan selalu sama, yaitu mengembangkan massyarakat sendiri, membantu
mereka menggali potensinya berupa pengetahuan, ketrampian, sikap dan harapan.
Pembangunan masyarakat (desa) di Indonesia
dapat disamakan dengan pengertian istilah “Community Development”,
dengan pertimbangan kenyataan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat
agraris, yang mayoritas penduduknya bertempat tinggal di desa, sepertinya juga
masyarakat di Asia pada umumnya. Pembangunan masyarakat dapat dilaksanakan
melalui proses pendidikan. Selanjutnya pembangunan masyarakat mempunyai tujuan
antara lain:
Meningkatnya standar kehidupan masyarakat;
Berkembangnya
kesejahteraan serta solidaritas masyarakat ;
Terjalinnya
kerja sama dan gotong royong kea rah tercapainya masyarakat pedesaan yang dapat
berdiri sendiri;
Terciptanya
kestabilan sosial ekonomi dan politik karena berkurangnya kemalaratan,
kebodohan dan kejahatan;
Terjadinya
perubahan organisasi sosial dengan segala seginya sehingga dapat mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi peertanian.
Tujuan pembangunan masyarakat tersebut
selaras dengan tujuan penyuluhan pertanian, yaitu : membantu petani kearah
tercapainya tingkat kehidupan yang lebih baik; menimbulkan dan memelihara
semangat petani agar selalu memperbaiki usahataninya; membantu para petani agar
mereka mampu memecahkan dan menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi.
d.
Penyuluhan pertanian sebagai upaya berkelanjutan
Kekayaan
suatu bagsa tergantung dari sumberdaya alam yang etrsedia, sumberdaya manisia
dan efisiensi manusia yang melestarikan dan mengunakan sumberdaya alamnya untuk
kepentingan bersama. Sikap pemerintah terhadap sumbberdaya alam merupakanfaktor
penting. Sumberdaya alam tidak dapat dianggap sebagai urusan pribadi. Apa yang
diperbuat seseorang mempangaruhi kehidupan tetangganya dan kehidupan genarasi
yang akan datang.
Memelihara
dan mengembangkan sumberdaya alam merupakan syarat pembangunan pertanian yang
berkelanjutan. Terdapat lima aspek
yang saling mempengaruhi pembangunan pertanian yang berkelanjutan, yaitu :
Ø
Proses usahatani yang berkelanjutan;
Ø Proses belajar praktek usahatani tersebut;
Ø
Kegiatan fasilitas proses belajar tersebut;
Ø
Kelembagaan yang mendukung kegiatan fasilitas
meliputi pasar, ilmu pengetahuan, penyuluhan pertanian, jaringan inovasi, dll;
Ø Kerangka kebijaksanaan yang menunjang
berupa peraturan, subsidi, dll.
Kelima aspek tersebut membentuk kesatuan
yang saling berkaitan dan selaras. Praktek usahatani yang berkelanjutan
memerlukan adanya proses belajar, yang selanjutnya memerlukan kegiatan
fasilitas, dukungna kelembagaan dan kerangka kebijaksanaan yang menunjang.
Pembangunan pertanian yang berkepanjangan
dapat dipandang sebagi sistem yang kompleks, tidak saja karena kompleksnya
interaksi antara tanah, tanaman, ternak dan praktek usahatani, tetapi juga
interaksi antara pengetahuan manusia dan proses belajar, kelembagaan dan
kebijaksanaan. Pembagunan pertanian yang berkelanjutan tidak hanya berupa sistem
“keras” yang terdiri dari komponen dan proses biofisik yang dapat dirancang
berupa model dalam computer. Pembangunan pertanian yang berkelanjutan juga merupakan
sistem “lunak”, yang pada intinya melibatkan “factor manusia” yang tidak dapat
dirancang berupa model dalam computer, tetapi sesuai dengan sifatnya harus
dikembangkan melalui musyawarah. Pandangan seperti ini memberikan
implikasi diantaranya sebagai berikut :
Ø
Perubahan menuju pembangunan pertanian yang
berkelanjutan tidak hanya memerlukan hasil penelitian tetapi juga proses
belajar bersama dan perubahan sosial;
Ø
Perubahan menuju usahatani yang berkelanjutan
tidak hanya merupakan hasil rekayasa teknis, tetapi juga hasil kesepakatan
mengenai kerangka berpikir, kelembagaan dan kebijaksanaan;
Ø Pembangunan pertanian yang berkelanjutan
tidak dapat diharapkan dari sekedar upaya memperkenalkan berbagai metoda dan
teknologi kepada para individu petani. Yang diperlukan adalah perubahan
menyeluruh dari sistem “lunak” berupa “pertanian tradisional” menuju sistem
lunak berupa pembangunan pertanian yang berkelanjutan;
Ø Perubahan tersebut merupakan manajemen
perubahan yang tidak sekedar berupa scenario hasil simulasi computer, tetapi
lebih lanjut lagi memrlukan interaksi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders), pandangannya dan kesepakatannya.
Defenisi sistempertanian berkelanjutan
juga dikemukakan oleh TAC (Techinical Advisory Committee, 1980)
mempunyai tujuan yang lebih luas, sebagai berikut : sistem pertanian yang
berkelanjutan adalah sistem pengelolaan pertanian yang pada jangka panjang
dapat bebrsaing, produktif,
menguntungkan secara ekonomis, mengonservasi sumberdaya alam, melindunggi lingkungan dan meningkatkan
kesehatanmayarakat, kualitas pangan serta keselamatan manusia.
Dari pengertian-pengertian tersebut
terdapat dua hal yang perlu menapat perhatian dalam mencerminkan sistem
pertanian berkelanjjutan. Hal yang pertama, produktivitas lahan harus dapat
ditingkatkan melalui program intensifikasi yang melestarikan sumberdaya alam.
Hal yang kedua, sistem pertanian berkelanjutan tidak berarti sama dengan sistem
pertanian input rendah, meskipun pertanian input tinggi, apalagi yang berasal
dari bahan-bahan kimia telah terbukti merusak lahan. Input tingi tetap
dipertahankan, namun berasal dari bahan-bahan organic dan biologis.
e. Penyuluhan pertanian sebagai upaya
pengembangan SDM
Upaya pegembangan sumberdaya manusia (SDM)
meliputi empat aspek. Yang pertama adalah aspek kuantitatif atau jumlah
yang dibutuhkan menurut jenjang pendidikan/latihan dan bidang keahlian. Yang
kedua adalah aspek pemanfaat personalia, atau factor-faktor yang
mempengaruhi penggunaan personalia secara efektif dan kemampuan personalia
untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka. Ang ketiga adalah aspek
kualitatif atau materi pendidikan/latihan dan kemampuan orang untuk
melaksanakan tugas tertentu. Yang kempat adalah penggabungan semua aspek
tersebut menjadi strategi pengembangan SDM yang sesuai dengan
kebijaksanaan pembagunan pertanian dalam jangka waktu tertentu.
Kualitas SDM yang diperlukan oleh atau
mengacu kepada maksud dan tujuan yang direncanakan, hasil yang ingin di raih,
dan oleh sifat serta jenis kegiatan. Kualitas SDM yang diinginkan dikembangkan
oleh bermacam kelembagaan dengan sistem pendidikan/latihannya. Kualitas SDM
yang nyata serta efektif akan terbentuk serta lebih berkembang karena
pengalaman dalam lingkungan kerja, suasana serta iklim kegiatan.
Aspek pemanfaatan SDM dengan demikian
dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut :
Memperjelas,
empertajam program, rencana kerja sehingga dimengerti dan dihayati;
Memperbaiki
metoda pengajaran dan/atau menyesuaikan kurikulum pendidikan/latihan sehingga
lebih cocok;
Memperbaiki
peraturan atau pengolahan kegiatan dan/atau memperbaiki tingkat kesejahteraan
personalia sehingga menimbulkan kegairaan kerja.
Dan stregi pengembangan SDM yang berkaitan
dengan penyuluhan pertanian adalah adanya kebebasan petani menentukan sendiri
apa yang hendak diusahakan dibidang pertanian arti luas sebagai sumber nafka,
mata pencahariaan. Artinya bagaiman penyuluhan pertanian menghadapi, menangani
atau mengembangkan petani yang subjek, bukan petani yang objek. Bagaimana
seharusnya sikap penuluh pertanian yang cocok dengan sikap itu ? jawaban yang
singkat adalah bahwa petani adalah mitra kerja, mitra dalam pembangunan
pertanian. Metodenya adalah pendidikan orang dewasa melalui pendekatan
pertisipasif.
Dalam menjalankan usahataninya, petani memegang
dua peranan. Petani adalah jurutani (cultivator) dan sekaligus pengelola
(manajer).
Peranan jurutani adalah memelahara tanaman
dan hewan guna mendapatkan hasilnya yang bbermanfaat. Dalam pertumbuhan
tanaman, ini mencakup penyiapan persamaian, penyebaran benih, penyiangan,
pengeturan kelembaban tanah serta pengendalian hama terpadu. Dalam pertumbuhan
hewan, ini mencakup mengatur pembiakakn ternak, mengembalanya dan memberikan
makan, melindunggi dari serangan berbagai pennnyakit dan bila perlu menyediakan
kandangnya.
Apabila ketrampilan bertani dan beternak
sebagai jurutani pada umumnya adalah ketrampilan tangan, otot dan mata, maka
ketrampilan sebagai manajer mencakup kegiatan otak yang didorong oleh kemauan. Yang
tercakup didalamnya terutama adalah pengambilan keputusan attau penetapan
pilihan dari alternative yang ada.
Keputusan yang diambil oleh petani sebagai
manajer antara lain menentukan pilihan dari berbagai tanaman yang dapat ditanam
pada sebidang tanah, menentukan jenis ternak yang sebaikn nya dipelihara dan
menentukan pembagian waktu kerja diantara berbagai tugas yang berbeda,
teristimewa pada waktu berbagai pekerjaan dilakukan pada saat yang berasamaan. Sejalan
dengan majunya pertanian, petani harus lebih banyak lagi mengembangkan keahliannya
dalam berjual-beli. Ia herus menentukan apakah harus membeli sarrrana produksi
pertanian. Ia harus menentukan apakah perlu menambah tenaga kerja untuk
pekerjaan dilapangan. Ia harus menentukan berapa banyak hasiltanaman untuk
dikonsumsi di rumah dan berapa banyak yang dijual.
BAB
II
ORGANISASI
DAN MANAJEMEN PENYULUHAN PERTANIAN
2.1. Kelembagaan Penyuluhan Pertanian
Dalam pengertian
sehari-hari, kelembagaan, dapat
diartikan dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit, kelembagaan
sering diartikan sebatas entitas (kelompok. organisasi) yaitu himpun-an
individu yang sepakat untuk menetapkan dan mencapai tujuan bersama. Tetapi
dalam arti luas, kelembagaan mencakup: nilai-nilai, aturan, budaya, dll. Karena itu, kelembagaan penyuluhan pertanian
dapat diartikan sebagai entitas (kelompok, organisasi) yang terpanggil dan atau
berkewajiban melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian.
Berbicara tentang pentingnya kelembagaan
penyuluhan pertanian, dalam Bab-9 telah dikemukakan bahwa sejak masa penjajahan,
kegiatan penyuluhan selalu diawali dengan penetapan kelembagaan
penyuluhan.
Secara umum, organisasi dapat diartikan sebagai
himpunan yang terdiri dari kelompok-kelompok orang yang saling
bekerjasama di dalam suatu struktur tata hubungan antar kelompok-kelompok
(unit kegiatan) yang melaksanakan fungsi masing-masing,
demi tercapainya tujuan (bersama) tertentu yang menjadi tujuan
organisasi yang bersangkutan. Pemahaman tentang organisasi
seperti itu, mengandung pengertian bahwa organisasi merupakan:
1)
Himpunan dari
kelompok-kelompok orang yang saling bekerja sama untuk tercapainya tujuan
tertentu.
2)
Setiap organisasi
terbagi menjadi kelompok-kelompok atau unit-unit kegiatan yang melaksanakan
fungsi-fungsi tertentu.
3)
Setiap organisasi
memiliki struktur tata hubungan antar kelompok yang jelas.
Dengan demikian, pengorganisasian dapat diartikan sebagai
upaya untuk mengkoordinasikan atau menghubung-hubungkan kegiatan yang
dilaksanakan oleh setiap unit (kelompok) kegiatan
yang ter-dapat dalam organisasi yang bersangkutan, demi
tercapainya tujuan organisasi yang menjadi tujuan bersama.
Sehubungan dengan hal ini, kegiatan penyuluhan juga memerlukan suatu
bentuk organisasi tertentu. Hal ini, disebabkan karena:
1) Kegiatan penyuluhan melibatkan banyak
pihak, yang terbagi dalam kelompok-kelompok atau unit kerja yang memiliki fungsi
masing-masing, baik penentu
kebijakan penyuluhan, penyuluh, maupun para "petani
maju" yang sering diminta keterlibatannya sebagai penyuluh suka
rela.
2) Kegiatan penyuluhan memiliki tujuan bersama,
yaitu mengubah perilaku masyarakaat sasarannya agar dapat
membantu dirinya sendiri dalam rangka memperbaiki mutu hidup dan
kesejahteraan masyarakatnya.
Lebih lanjut, pentingnya organisasi penyuluhan juga dikemukakan oleh Claar dan Bentz (1987), karena:
1)
Di dalam kegiatan
penyuluhan, sebagai suatu sistem pendidikan, masyarakat dapat
dengan bebas untuk menerima atau menolak
informasi/inovasi yang ditawarkan kepadanya. Karena
itu, setiap penyuluh harus diorganiser sebaik-baiknya oleh
setiap lembaga-lembaga pemerintah yang bersangkutan
agar mereka benar-benar memahami latar belakang sosial
budaya masyarakat sasarannya, serta mampu dan mau menjalin hubungan
yang erat dengan pusat-pusat informasi tentang:
teknologi pertanian, keadaan lingkungan hidup, dan
pusat-pusat informasi tentang sosial budaya setempat.
2)
Banyak
informasi yang harus disadap dan disebaarluaskan oleh setiap
penyuluh kepada pihak-pihak di luar organisasi penyuluhan itu
sendiri, sehingga hubungan antar mereka juga perlu
dikem-bangkan sebaik-baiknya.
3)
Kegiatan
penyuluhan, memiliki peran yang beragam sesuai dengan aras birokrasi
pemerintahan, sehingga kegiatan penyu-luhan juga perlu diorganisasikan
sebaik-baiknya untuk memper-oleh dukungan dan mampu menggerakkan
peran serta penguasa di setiap aras birokrasi pemerintahan.
4)
Setiap
penyuluh harus memiliki mobilitas tinggi untuk dapat
melakukan kontak-kontak pribadi dengan banyak pihak.
Karena itu, adanya pengorganisasian yang memungkinkan
setiap penyuluh memiliki mobilitas tinggi sangat diperlukan.
5)
Setiap
penyuluh harus memiliki hubungan timbal balik
yang erat, baik dengan para peneliti (atau sumber informasi
lainnya) maupun dengan masyarakat sasarannya;
terutama dalam kait-annya untuk menyampaikan umpan balik yang
diberikan oleh para petani kepada para peneliti. Untuk keperluan seperti
inipun, sangat diperlukan pengorganisasian tertentu yang efektif.
6)
Penyuluhan
pertanian, memerlukan hubungan yang akrab dengan semua sektor
kegiatan yang dilaksanakaan dalam pem-bangunan pertanian.
Sehingga, adanya pengorganisasian yang efektif didalam
kegiatan penyuluhan pertanian maupun kaitannya dengan sektor-sektor kegiatan
lainnya juga sangat diperlukan.
7)
Efektivitas
penyuluhan, sangat ditentukan oleh kejelasan
infor-masi yang disampaikan oleh penyuluhnya.
Karena itu, kredi-bilitas penyuluh sebagai sumber
informasi yang dapat diper-caya sangat dibutuhkan. Hal ini
hanya dimungkinkan jika, ada organisasi penyuluhan yang memberikan
kejelasan tugas dan tanggungjawab kepada setiap penyuluhnya.
Di lain pihak, kelemahan pengorganisasian penyuluhan pertaniaan akan
berakibat pada tidak tercapainya tujuan pembangunan pertanian
seperti yang diharapkan. Tentang hal ini, sebuah laporan dari Bank Dunia
yang ditulis oleh Benor dan Harisson (1977) pernah mengungkapkan beberapa
masalah pengorganisasian penyuluhan pertanian yang sering dijumpainya pada
kegiatan penyuluhan pertanian di beberapa negara sedang berkembang, yang
mencakup:
1)
Tersedianya
waktu penyuluh untuk: membuat rencana
kerja, kalender kerja, dan melaksanakan
penyuluhan seperti yang diharapkan.
2)
Fungsi
penyuluhan yang kabur, karena penyuluh terlalu banyak melakukan
kegiatan administrasi dan tugas-tugas lain di luar kegiatan
menyuluh.
3)
Luasnya
wilayah kerja, besarnya jumlah keluarga petani yang menjadi
sasarannya, serta kurangnya sarana mobilitas.
4)
Kurangnya
memperoleh latihan, dan sering memperoleh latihan tentang
hal-hal yang bukan menjadi tugas pokoknya.
5)
Lemahnya jalinan
hubungan antara penyuluh dan peneliti.
6)
Rendahnya mutu
penyuluh yang berakibat pada memburuknya mentaitas dan kuragnya penghargaan
terhadap penyuluh.
7)
Duplikasi kegiatan
dan pemborosan dana yang sebenarnya sangat terbatas.
Terkait dengan hal tersebut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang
suatu organisasi penyuluhan yang efektif, sedikitnya perlu
diperhatikan tiga hal yang meliputi:
1)
Kegiataan
penyuluhan membutuhkan penyuluh yang andal dengan mobilitas tinggi.
Karena itu, setiap penyuluh harus dilengkapi dengan tersedianya dana yang
cukup untuk dapat merancang dan melaksanakan kegiatan-kegiatan
penyuluhan yang seringkali banyak memerlukan
sumberdaya (bahan, perlengkapan, tenaga kerja, dan waktu).
2)
Wilayah kerja
penyuluhan (pertanian), pada umumnya tidak cukup memiliki pelayanan sosial yang
memadai. Karena itu, seringkali sulit untuk mengangkat penyuluh-penyuluh
yang andal yang mau ditugaskan di wilayah yang sulit untuk jangka waktu
yang lama. Konsekuensinya adalah, kita akan berhadapan dengan sejumlah
besar penyuluh dengan kualifikasi rendah, atau menggunakan sedikit
penyuluh yang andal. Dalam keadaan seperti ini, pengorganisasian
penyuluhan harus dirancang sedemikian rupa sehingga
memungkinkan para penyuluh dapat dengan mudah dipindah tugaskan sesuai
dengan kebutuhan setempat.
3)
Organisasi
penyuluhan yang menggunakan penyuluh-penyuluh yang juga harus melaksanakaan
tugas-tugas administrasi dan "pengaturan" akan menghancurkan kredibilitas
penyuluhan yang merupakan organisasi pendidikan. Karena itu, tugas penyuluhan harus dipisahkan dengan
tugas-tugas pengaturan.
Sejalan dengan itu, perlu diingat bahwa organisasi penyuluhan
pertanian memiliki sifat yang unik. Sebab, di satu pihak
harus memiliki jalinan yang erat dengan organisasi
pemerintahan yang memiliki kekuasaan sebagai pengambil keputusan
dan penanggung-jawab kegiatan pembangunan (pertanian) di wilayah
setempat; dan di lain pihak ia harus merupakaan organisasi pelayanan yang
melaksanakan fungsi pendidikan yang sejauh mungkin
dibebaskan dari segala macam bentuk pengaturan/pemaksaan.
Oleh sebab itu, pengorganisasian penyuluhan pertanian harus diatur
sedemikian rupa sehingga: tetap memiliki hubungan "vertikal
struk-tural" dengan organisasi pemerintahan, dan di lain pihak harus
memi-liki hubungan "horizontal fungsional" dengan
lembaga-lembaga: pendidikan, penelitian, organisasi-organisasi
profesi dan dengan masyarakat sasarannya.
Di samping itu, dalam pengorganisasian penyuluhan pertanian harus
selalu memperhatikan pentingnya keterlibatan masyarakat
sasaran untuk berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan pertanian, sejak di
dalam perumusan masalah, tujuan kegiatan, dan pengambil keputus-an
tentang perencanaan program penyuluhan, pelaksanaan
kegiat-an, pemantauan kegiatan, maupun evaluasi kegiatannya.
Hal ini, disebabkan karena:
1)
Hanya
masyarakat petani yang tahu pasti tentang masalah yang dihadapi,
dan kegiatan yang perlu dilakukan sesuai dengan
pandangan dan pola pikir mereka sendiri.
2)
Hanya petani
sendiri yang mampu memberikan umpan balik yang terpercaya, tentang
sebab-sebab kelambanan adopsi inovasi yang ditawarkan oleh penyuluhnya.
3)
Mereka
sendirilah yang seharusnya menilai, apakah seorang
penyuluh itu dinilai andal/tidak, serta apakah program penyuluhan itu
dinilai berhasil/tidak.
Dengan kata lain, dalam pengorganisasian penyuluhan
pertanian harus memberikan kewenangan yang lebih besar kepada
masyarakat (lapisan bawah) untuk mengambil keputusan tentang:
perencanaan program, pelaksanaan, maupun evaluasinya.
Selaras dengan beberapa hal di atas, dapat diberikan pegangan
dasar dalam pengorganisasian penyuluhan pertanian sebagai
berikut:
1)
Hirarki
organisasi harus mampu mengakomodasikan keragaman
administrasi dan geografis demi berfungsinya kegiatan penyuluhan.
2)
Setiap unit
kegiatan yang memiliki keseragaman fungsi, hendaknya dikelompokkan
dalam kelompok-kelompok tertentu untuk memperkecil
rentang pengawasan yang harus ditangani
oleh setiap administratornya.
3)
Fungsi-fungsi
yang saama perlu dimantapkan di setiap aras
organisasi yang sama, untuk menghindari perbedaan
persepsi manakala ada perlakuan-perlakuan tertentu.
4)
Perlunya
pendelegasian wewenang dan tanggungjawab yang jelas untuk
setiap fungsi yang harus dilaksanakan dalam organi-sasi penyuluhan
pertanian.
5)
Sejauh mungkin,
jarak kekuasaan hendaknya diperpendek, terutama jika alur komunikasi
masih lamban dan tingkat pengetahuan masyarakat setempat masih relatif
rendah.
6)
Setiap orang,
hendaknya hanya memiliki satu atasan yang jelas.
Lebih lanjut, dari kajian terhadap struktur organisasi penyuluhan pertanian
di negara maju dan yang sedang berkembang, ternyata dijumpai beragam
struktur organisasi yang masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahannya
masing-masing.
Sebagai contoh, jika para penyuluh spesialis dipisahkan dari kelom-pok
peneliti, mereka akan memperoleh manfaat berupa mudahnya dalam
perencanaan program penyuluhan serta terbinanya semangat "korps
penyuluh", tetapi mereka akan kekurangan
pengetahuan tentang hasil-hasil penelitian
"baru" karena tidak memiliki kontak pribadi
yang akrab dengan para peneliti.
Meskipun demikian, dapat dikemukakan suatu bentuk struktur
organisasi yang terbukti menunjukkan "keberhasilannya" di
banyak negara yang kurang berkembang, yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1)
Kepala kantor
penyuluhan, selain mengawasi langsung para staf administrasi juga
mengawasi kegiatan para Penyuluh Spesialis.
2)
Para penyuluh
dan peneliti, diorganisasikan sedemikian rupa sehingga antar
mereka dapat terjalin hubungan yang mudah dan akrab.
3)
Lembaga-lembaga
penelitian di Perguruan Tinggi, melalui suatu perjanjian kerjasama,
memiliki kaitan dengan organisasi penyuluhan pertanian.
4)
Kantor penyuluhan
memiliki hubungan jalur komando dengan para penyuluh spesialis di setiap
wilayahnya untuk melakukan supervisi terhadap para penyuluh lapangan.
5)
Seluruh
penyuluh spesialis sampai di tingkat propinsi tidak berkewajiban
memberikan laporannya kepada penguasa/politikus setempat, tetapi
merupakan bagian dari Dinas Penyuluhan yang profesional.
2.2. Administrasi Penyuluhan Pertanian
Dalam pengertian sehari-hari, "administrasi" sering diartikan
segala kegiatan yang berkaitan dengan ketata-usahaan atau
persuratan. Tetapi, di dalam pengertian ilmu manajemen,
administrasi memiliki pengertian yang lebih luas. Kaliski (1983)
mengartikan administrasi sebagai manajemen operasi, atau salah satu fungsi manajemen untuk
merencanakan, melaksanakan, mengorganisasi, mengkoordinasi, dan
mengawasi fungsi-fungsi manajemen yang lain.
Fungsi administrasi, adalah tugas yang harus dilaksanakan
oleh setiap pemimpin atau "manajer". Karena itu, seorang
pemimpin/ manajer sering pula disebut dengan istilah
"administrator".
Terkait dengan itu, beberapa fungsi administrasi penyuluhan yang perlu
diperhatikan adalah:
1)
administrasi
personalia,
2)
kemudahan dan
perlengkapan bagi penyuluhan pertanian,
3)
administrasi
keuangan,
4)
pelaporan dan
evaluasi, dan
5)
hubungan dengan
lembaga-lembaga terkait lainnya.
(1) Administrasi personalia
a) Manajemen Personalia
Untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan,
diperlukan beberapa upaya untuk melaksanakan "manajemen
personalia" meliputi:
i Adanya "kebijakan" personalisa yang berupa
pemberian pelayan-an secukupnya agar mereka (penyuluh) dapat bekerja efektif.
i Adanya "kebijakan personalia" yang memungkinkan
berlang-sungnya kerja sama yang baik antar penyuluh.
i Jika organisasinya cukup besar, mungkin diperlukan
sentralisasi. Meskipun demikian, harus dipertimbangkan agar cukup luwes
guna mengakomodasi keragaman karakteristik penyuluhnya.
i Ada aturan jelas yang berkaitan dengan: penerimaan,
penempatan, aturan perilaku, serta promosi yang obyektif, dan
bukannya berdasarkan pertimbangan faktor-faktor ekstern.
i Setiap staff penyuluhan harus diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan tentang penyuluhan
pertanian yang akan ditetapkan.
b) Personalia dinas penyuluhan pertanian
Salah satu titik kunci dalam penentuan personalia
Dinas Penyu-luhan adalah, diperlukannya seorang "Administrator
Penyuluhan yang andal".
Secara umum, setiap administrator diharapkan untuk dapat
melak-sanakan fungsi kepemimpinan guna pengembangan dan pembinaan
personel penyuluhan. Dalam pengertian ini, harus dibedakan antara
"pemimpin" dan "administrator". Seorang
pemimpin harus mampu mengatur, sedang administrator
seharusnya mampu melaksanakan fungsi pelayanan yang dibutuhkan
para pemimpin.
Tugas seorang administrator adalah: untuk
merencanakaan, meng-organisasikan, dan secara langsung
melakukan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan
organisasi. Tugas-tugas seperti ini, biasanya disebutkan secara rinci
dalam suatu "job-description".
Di samping administrator, setiap Dinas
Penyuluhan akan membu-tuhkan: penyuluh spesialis
maupun penyuluh lapangan; yang jumlahnya sangat tergantung kepada
kondisi (permasalahan dan geografis) wilayah kerja penyuluhan setempat.
c) Kualifikasi dan fungsi personel penyuluhan
Di beberapa wilayah, dikenal adanya 3 macam personel, penyuluhan
yaitu:
i Penyuluh lapangan yang secara langsung melaksanakan
penyu-luhan kepada masyarakat sasarannya.
Untuk itu, ia harus memiliki kualifikasi untuk:
4 mau tinggal di wilayah kerjanya.
4 memusatkan diri pada kegiatan pendidikan dan
mengembangkan komunikasi dengan semua pihak, dalam kaitannya untuk
menjalin kerjasama dengan masyarakat sasarannnya
dan dengan segenap aparat penyuluhan.
4 memberikan saran-saran yang diperlukan.
4 menerapkaan dan mengembangkan beragam metoda penyuluhan.
4 merencanakan rencana kerja penyuluhan yang diperlukan.
i Penyuluh spesialis, yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan pelatihan guna pengembangan keahlian teknis penyuluh
lapangan.
Untuk itu, harus
mampu untuk:
4 menjalin hubungan yang akrab dengan para peneliti dan
lembaga-lembaga penelitian yang terkait.
4 melakukan pengkajian dan penelitian tentang
masalah-masalah yang dirasakan dan akan dihadapi di wilayah kerjanya
4 bekerjasama dengan semua spesialis di bidang
informasi dan publikasi.
4 mengembangkan kegiatan pelatihan bagi
penyuluh lapangan aktif berperan serta dalam kegiatan lapang yang
diselenggarakan oleh para peneliti, demonstrasi, pameraan,
pertemuan ilmiah, dll.
i Staf administrasi dan supervisor, yang bertanggungjawab
untuk melaksanakan supervisi terhadap para penyuluh
lapangan dan staf yang lainnya.
Untuk itu, ia harus memiliki kemampuan sebagai
administrator pembangunan yang andal, khususnya yang berkaitan dengan:
4
manajemen
personalia.
4
manajemen keuangan.
4
pengalokasian
suberdaya secara maksimal untuk penyuluhan.
d) Jumlah penyuluh yang diperlukan
Jumlah penyuluh yang diperlukan untuk setiap
wilayah kerja penyuluhan, sebenarnya tidak dapat ditentukan secara pasti,
tetap tergantung kepada:
i Luas wilayah yang harus dilayani,
i keragaman kegiatan pertanian yang ada,
i kompleksitas dan ukuran usaha tani,
i jumlah dan tingkat pendidikan warga masyarakat sasaran,
i kompleksitas dan cakupan program penyuluhannya,
i kemudahan komunikasi antar personel penyuluhan,
i tingkat mobilitas tenaga penyuluh,
i tingkat pendidikan dan pengalaman penyuluh, dan
i metoda-metoda penyuluhan yang akan diterapkan.
Meskipun demikian, ada beberapa catatan lain yang
perlu diper-timbangkan untuk menentukan jumlah penyuluh di setiap
wilayah kerja penyuluhan, yang menyangkut:
i peran penyuluh lapangan, apakah sebagai
ujung tombak dari kegiatan penyuluhan atau sekadar sebagai
penasehat/supervisor para penyuluh sukarela.
i proporsi jumlah penyuluh spesialis dibanding
penyuluh lapangannya. Di Eropa, biasanya 1:5, tetapi di
Asia dan Afrika dapat mencapai 1:16-17.
i kualifikasi penyuluh spesialis. Di banyak negara
sedang berkembang, mereka hanya lulusan sarjana (S1), sedang di
Eropa dan Amerika, telah dilengkapi dengan
berbagai pelatihan, berpengalaman, dan sebagiaan besar
telah mengikuti program pasca sarjana.
i Swanson dan Rassi, menyebutkan, diperlukan 1 orang
spesilis komunikasi untuk setiap 50 personel penyuluhan
i Di samping itu, dibutuhkan rata-rata 1 penyuluh untuk 800 kepala
keluarga petani atau sekitar 300 - 1.600 orang petani.
e) Tenaga-tenaga penunjang
Pada dasarnya, setiap penyuluh lapangaan adalah
"generalis". sehingga, agar ia dapat melaksanakan fungsinya
demi tercapainya tujuan perbaikan mutu hidup
masyarakatnya, perlu dibantu oleh tenaga-tenaga Penyuluh
Spesialis yang harus secara berkelanjutan memberikan
informasi-informasi baru kepada para penyuluh lapangan.
Di samping itu, juga diperlukan kelompok-kelompok
spesialis lain yang dapat menunjang tugasnya (seperti: kelompok
komunikator, dll). Para penyuluh
spesialis ini, memiliki tugas utama sebagai perantara antara
penyuluh dengan para peneliti, baik untuk menyampaikan (dan
menjelaskan) informasi dari peneliti, ataupun
menyampaikan umpan balik dari penyuluh (yang berasal dari warga
masyarakat) kepada peneliti untuk dikaji ulang.
f) Kelompok-kelompok sukarela
Adanya kelompok-kelompok sukarela yang dapat membantu kegiatan
penyuluhaan akan sangat membantu efektivitas penyuluhan itu
sendiri. Kelompok-kelompk sukarela ini, dapat diberi tugas atau dilibatkan
sebagai:
i Penyampai informasi. Sebagai contoh, seorang kontak tani
dapat diminta bantuannya untuk menyebarluaskan
informasi, atau sebagai demonstrator serta dilibatkan dalam
pelaksanaan pengujian-pengujian.
i Kelompok penasehat, baik dalam identifikasi
masalah, maupun dalam merancang program penyuluhan yang perlu
dilakukan, atau dilibatkan dalam pelaksanaan serta evaluasi program.
i Pemeliharaan organisasi. Tenaga sukarela juga diminta
bantuannya untuk: ikut memelihara dan mengembangkan organisasi petani,
atau bahkan berperan sebagai "pemimpin" dari
kelompok-kelompok Taruna Tani dan Tani Taruna, maupun sebagai perwakilan
lembaga-lembaga lain yang berkaitan dengan kegiatan penyuluhan pertanian.
(2) Kemudahan dan perlengkapan bagi penyuluhan pertanian
Berbeda dengan penelitian, kegiatan penyuluhan dapat hanya
diberi kantor dan dengan perlengkapan yang relatif
terbatas. Meskipun demikian, adanya beberapa kemudahan mutlak diperlukan.
Perlengkapan yang paling strategis, sebenarnya adalah sarana mobilitas
atau transportasi bagi penyuluh.
Sebab, hanya dengan sarana mobilitas yang memadai, para penyuluh
akan dapat (setidak-tidaknya) menghubungi masyarakat sasarannya lebih efektif.
_
Di samping itu, tidak boleh diabaikan adanya berbagai
perleng-kapan/kemudahan lain seperti:
a)
Kantor, agar dia
mudah dihubungi oleh masyarakat sasarannya.
b)
Sumberdaya material,
baik yang berupa media informasi (majalah, buku, leaflet) maupun
contoh-contoh barang dan peralatan yang dapat digunakan
pada saat harus melakukan pelatihan petani,
demonstrasi, dll.
c)
Sarana
transportasi, seperti telah disinggung di muka.
d)
Perumahan, agar ada
jaminan supaya para penyuluh mau bertempat tinggal di wilayah kerjanya.
(3) Pengelolaan keuangan
Termasuk dalam pengelolaan keuangan, baik yang berkaitan dengan
penyusunan rencana anggaran (jumlah dan sumbernya),
penggu-naan keuangan, ataupun sistem pengawasan/pemeriksaan
keuangan-nya.
Di dalam pengelolaan keuangan, di samping kebutuhan rutin
(yang menyangkut gaji/upah dan beaya perjalanan), juga perlu
diperhati-kan tersedianya anggaran untuk: penyelenggaraan pengujian lapang,
informasi dan publikasi, pengembangan personal, pengembangan sistem
manajemen penyuluhan, dll.
Di samping itu, berkaitan dengan sumber dana,
hendaknya dapat diupayakan sumber-sumber dari instansi/lembaga
pemerintah, kerjasama dengan pihak swasta yang berkepentingan dengan
kegiatan penyuluhaan (produsen sarana produksi,
industri pengolahan, lembaga pemasaran dan aneka jasa), serta
sumber-sumber yang dapat digali secaraa swadaya).
(4) Pelaporan dan evaluasi
Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam administrasi
penyuluhan adalah lemahnya sistem pelaporan dan evaluasi,
baik yang dibuat oleh: administrator/staf
administrasi, penyuluh
lapangan, maupun penyuluh spesialis, yang mencakup:
kalender kerja/programa penyuluhan, laporan perkembangan
kegiatan, dan laporan hasil kegiatan.
Di lain pihak, seringkali dijumpai sistem pelaporan
yang terlalu beragam dan terinci sehingga menyita banyak
waktu dan mengganggu kelancaran kegiatan penyuluhan itu sendiri.
Karenanya, perlu diperhatikan untuk merancang sistem pelaporan yang sederhana
tetapi cukup memadai.
(5) Hubungan dengan lembaga-lembaga lain
Kelemahan umum yang sering dijumpai pada Dinas Penyuluhan
adalah, kurangnya dijalin komunikasi yang akrab dengan
pusat-pusat informasi (lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan lembaga
pemberitaan), dan pihak-pihak swasta yang seringkali berperan penting
untuk menunjang kelancaran kegiatan penyuluhan.
2.3. Sejarah
Kelembagaan Penyuluhan Pertanian
Tentang hal ini, sejarah mencatat bahwa kegiatan penyuluhan pertanian yang
pertama kali dilaksanakan pada awal abad ke 20, diorganisir oleh perguruan
tinggi dan instansi pemerintah.
Di Indonesia, sejak jaman penjajahan hingga sampai dengan dasawarsa
1980-an, kelembagaan penyuluhan pertanian hanya dilakukan oleh instansi
pemerintah. Tetapi seiring dengan kebijakan pembangunan pertanian yang semakin
memberikan peluang bagi swasta dan LSM, sehingga peran pemerintah nampak
semakin berkurang, meskipun dalam praktek masih didominasi oleh institusi
pemerintah. Terkait dengan hal ini, UU
No. 16 Tahun 2006 Tentang Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
menetapkan beragam kelemba-gaan penyuluhan yang terdiri dari:
(1) Kelembagaan Pemerintah, dalam bentuk kelembagaan penyu-luhan
baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, Keca-matan, dan
Desa/kelurahan
(2) Kelembagaan Petani, berupa kelompok-tani, gabungan
kelom-pok-tani, dan koperasi
(3) Kelembagaan Swasta, termasuk kelembagaan yang dikembang-kan
oleh LSM
1. Pada Masa Penjajahan Belanda
Kelembagaan penyuluhan pertanian yang pertama-tama dikembang-kan oleh
pemerintahan Hindia Belanda adalah Departemen Pertanian (Department van
Landbouw), yang didirikan pada tahun 1905. sedang pelaksanaannya dilakukan
oleh pejabat Pangreh Praja (PP).
Pada tahun 1910 dibentuk Dinas Penyuluhan Pertanian (Landbouw
Voorlichting Dienst), tetapi baru benar-benar berperan sebagai lembaga
penyuluhan pertanian yang mandiri, sejak diubah menjadi Dinas Pertanian
Propinsi terlepas dari PP pada tahun 1918,
2. Pada Masa Penjajahan Jepang
Selama masa penjajahan Jepang, diangkat para Mantri Pertanian Kecamatan (Son
Sidoing), tetapi kegiatannya lebih banyak berrtujuan untuk melakukan
pemaksaan-pemaksaan kepada rakyat untuk mengusahakan bahan pangan dan
produk-produk strategis yang lain untuk kepentingan angkatan perangnya.
3. Pada Masa Kemerdekaan
a)
Meskipun
pada awal kemerdekaan telah dicanangkan Plan Kasimo (Rencana Produksi 3 tahun,
1948-1950), tetapi tidak dapat
terlaksana karena terjadinya revolusi fisik.
b)
Pada
pelaksanaan RKI (Rencana Kese-jahteraan Istimewa) ke I (1950-1955) dan ke II (1955-1960),
pelaksanaan penyuluhan pertanian dilakukan melalui P Balai Pendidikan
Masyarakat Desa (BPMD) pada tahun 1950) di setiap Kecamatan.
c)
Pada
pelaksanaan Gerakan Swa-sembada Beras (SSB pelaksanaan penyuluhan
dipimpin oleh Komando Operasi Gerakan Makmur (KOGM) sejak di tingkat pusat
sampai ke tingkat Desa.
d)
Memasuki
tahun 1967, sejalan dengan pelaksanaan program BIMAS-SSBM (Bimbingan Masal
Swa Sembada Bahan Makanan), kegiatan penyuluhan pertanian yang menjadi
tugas pokok Departemen/Dinas Pertanian Rakyat, dikoordinasikan (di tingkat
nasional) oleh Badan Pengendali Bimas yang dibentuk berdasarkan Keppres No. 95
Tahuhn 1969, di tingkat provinsi dikoordinasikan oleh Badan Pembina Bimas yang
diketuai oleh Gubernur dengan Ketua Pembina Harian dijabat oleh Kepala Dinas
Pertanian Provinsi. Di tingkat kabupaten
dikoordinasikan oleh Badan Pelaksana Bimas yang diketuai oleh Bupati dengan
Kepala Dinas Pertanian sebagai Ketua
Pelaksana Harian. Sedang di tingkat
Kecamatan, kegiatan penyuluhan pertanian dikordinasikan oleh Satuan Pelaksana
Bimas Kecamatan yang diketuai oleh Camat, dan Pemimpin Pertanian Kecamatan atau
Mantri Tani menjabat sebagai Ketua Harian.
e)
Pada
tahun 1974, terjadi perubahan struktur organisasi Depar-temen Pertanian, yaitu
dibentuknya Badan Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan Pertanian (BPLPP)
berdasarkan Keppres No. 44 Tahun 1974.
Tetapi penyelenggaraan penyuluhan tetap berada di Badan
Pengendali/Pembina/Pelaksana BIMAS.
f)
Pada
tahun 1976, Departemen Pertanian melaksanakan Proyek Penyuluhan Pertanian
Tanaman Pangan (National Food Crops Extension Project/NFCEP) yang sejak tahun 1981 dikembang-kan menjadi National
Agricultural Extension Project/NAEP, terjadi perubahan kelembagaan
penyuluhan, utamanya di tingkat Kabupaten/Kotamadya, yaitu dibentuknya Balai
Penyuluhan Pertanian (BPP) sebagai pengganti BPMD.
Mulai saat itu, di setiap Kabupaten/Kotamadya
ditugaskan seorang Sarjana Pertanian yang berfungsi sebagai Penyuluh Pertanian
Spesialis (PPS) yang melaksanakan fungsi-fungsi:
i Sebagai fasilitator pelatihan bagi
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan Penyuluh Pertanian Madya (PPM) yang
bertugas di Kabupaten dan BPP.
i Bersama-sama PPM/PPL melaksanakan
pengujian-lokal dan Demonstrasi
i Melakukan komunikasi dengan Perguruan
Tinggi, Lembaga/ Pusat Penelitian dan Pusat-pusat Informasi yang lain, utamanya
untuk berburu informasi dan berkonsultasi.
Di setiap BPP ditugaskan dua orang PPM yang
masing-masing sebagai Programmer/Supervisor, dan Trainer. Di samping itu, di setiap Wilayah Unit Desa
(seluas 600-1.000 Ha) ditugaskan seorang PPL yang bertugas untuk melakukan
kunjungan ke 16 Kelompok-tani secara teratur dan berkelanjutan masing-masing 2
kali/bulan
Berkaitan dengan itu, di setiap Propinsi
ditugaskan 5 (lima) PPS yang masing-masimng memiliki keahlian/spesialisasi:
i Budidaya Tanaman (agronomi)
i Tanah dan pemupukan
i Perlindungan Tanaman
i Sosial-ekonomi Pertanian (agro-ekonomi)
i Penyuluhan Pertanian
PPS Propinsi ini, memiliki hubungan fungsional
dengan PPS Kabupaten, yaitu sebagai nara-sumber untuk (membantu) meme-cahkan
masalah yang dihadapi oleh PPS-Kabupaten.
Di samping itu, di setiap propinsi dibentuk Balai
Infrmasi Pertanian (BIP) yang memproduksi dan mendistribusikan informasi pertanian,
utamanya kepada PPS/PPM/PPL.
g) Sejalan dengan
perkembangan pelaksanaan NFCEP yang dilaksanakan sejak tahun 1976, pada tahun
1978 dibentuk Forum Koordinasi Penyuluhan Pertanian berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Pertanian No. 664 Tahun 1978,
i Melalui Keppres No. 4 Tahun 1990, BPLPP
dipecah menjadi Badan Pendidikan dan Latihan Departemen Pertanian (Diklat)
Sedang unit penyuluhan diserahkan kepada Pusat Penyuluhan (Pusluh) yang dengan
Keppres No. 83 Tahun 1993, dibentuk di setiap Direktorat Jenderal di lingkungan
Departemen Pertanian.
i Melalui SK Menteri Pertanian No.
58/Kpts/LP.120/2/91, koordinasi penyuluhan pertanian di tingkat propinsi
diserahkan kepada Kantor Wilayah Pertanian, di tingkat Kabupaten diserahkan
kepada Ketua Harian Pelaksana BIMAS.
i Sementara itu, melalui SK Menteri
Pertanian No. 798/Kpts/OT.210/12/94, BIP ditingkatkan fungsinya dan diubah
menjadi Balai Penerapan Teknologi Pertanian (BPTP) untuk melakukan penelitian
komditan, pengujian dan perakitan teknologi tepat guna spesifik lokasi.
g)
Seiring
dengan dikeluarkannya SK Menteri Pertanian No. 58/Kpts/LP.120/2/91, kegiatan
penyuluhan pertanian yang sebelumnya menjadi tanggungjawab BIMAS, di serahkan
Kepada masing-masing Direktorat Jenderal dan di tingkat Propinsi/ Kabupaten
Kotamadya diserahkan kepada Dinas Sub-sektor terkait. Sedang peran BPP tidak
lagi sebagai unit pelaksana penyuluhan, melainkan hanya sebagai instalasi
penyuluhan pertanian
h)
Sejak
dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama antara Menteri Dalam Negeri dengan
Menteri Pertanian No. 54 Tahun 1996/301/ KPTS/LP.120/4/96 penyuluhan pertanian
wewenang dan tanggungjawab penyuluhan pertanian berada pada Menteri Pertanian
yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian. Di
tingkat propinsi tanggungjawab penyelenggaraan penyuluhan pertanian adalah
Gubernur yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Kepala Dinas lingkup Pertanian.
Di tingkat kabupaten/kotamadya
penanggungjawab penyelenggaraan penyuluhan pertanian adalah Bupati yang
dalam pelaksanaannya dibantu oleh Kepala Dinas lingkup Pertanian
Sementara itu penanganan PPS/PPM disatukan kembali
dalam Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian (BIPP).
i)
Memasuki
era otonomi daerah sebagai pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999, kelembagaan
penyuluhan pertanian di tingkat kabupaten dilaksanakan oleh beragam institusi;
i ada yang tetap dilaksanakan oleh BIPP
i ada yang kembali dilaksanakan oleh Dinas
Pertanian dan atau Dinas
i Ada yang dilaksanakan oleh Kantor
Penyuluhan
j) Sejak diterbitkannya UU No. 16 Tahun 2006
sebagai tindak lanjut kebijakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
(RPPK), kelembagaan penyuluhan pertanian diatur sebagai berikut:
i di tingkat pusat dibentuk Badan Penyuluhan
dan Komisi Penyuluhan Nasional;
i di tingakat Propisni dibentuk Badan
Koordinasi Penyuluhan Provinsi, dan Komisi Penyuluhan Pertanian Provinsi;
i di tingkat Kabupaten/Kota, dibentuk Badan
Pelaksana Penyu-luhan Kabupaten/Kota dan Komisi Penyuluhan Pertanian
Kabupaten/Kota;
i di tingkat Kecamatan, dibentuk Balai
Penyuluhan Pertanian,
i di tingkat desa/kelurahan dibentuk Pos
Penyuluhan Desa/ Kelurahan
4. Kelembagaan Penyuluhan Pertanian oleh
Petani
Sejarah mencatat bahwa, seiring dengan dikembangkannya Revolusi Hijau sejak
penghujung dasawarsa 1960-an, telah banyak dibentuk (atas prakarsa pemerintah)
beragam kelembagaan pertanian, seperti: kelompok-tani, kelompok pendengar,
kelompok petani pemakai air (P3A), dan koperasi.
Kehadiran lembaga-lembaga bentukan pemerintah tersebut telah menjadikan
kelembagaan-lokal menjadi melemah. Di pihak lain, ternyata banyak dari
lembaga-lembaga bentukan tersebut tidak efektif, bahkan tinggal nama saja.
Berlajar dari pengalam-an tersebut, dinilai penting adanya upaya menghidupkan
kembali kelembagaan tradisional dan kearifan lokal.
Kearifan lokal, mengandung banyak unsur khas yang bersumber dari norma
spritual (agama/kepercayaan) atau belief, falsafah hidup, dan kebiasaan
hidup (mores) yang berkaitan dengan
sopan santun maupun pemanfaatan sumberdaya alam. Contoh yang paling kuat
adalah yang dikenal oleh masyarakat Bali sebagai Tri Hita Karana yang
mengandung nilai-nilai keseimbangan kehidupan manusia dengan lingkungannya
termasuk dengan sumberdaya-alam. Dalam kearifan lokal, terkandung nilai
kesetiakawanan atau solidaritas, saling berkorban dan berusaha bersama yang
tercakup dalam pengertian modal sosial, atau social capital (Tjondronegoro,
2006).
Dari analisis yang dilakukan, disimpulkan bahwa dalam pembangun-an regional
apalagi nasional diperlukan pembinaan kelembagan yang relatif mikro menjadi
lembaga makro, seperti:
1) Kelompok-tani, yang menjadi milik petani,
berpotensi untuk menjadi landasan bagi terbangunnya kelembagaan yang
diperlu-kan dalam mewujudkan pembangunan pertanian yang didukung oleh modal
sosial dan kearifan lokal
2) Kontak-tani Nelayan Andalan (KTNA), yaitu Kontak-tani atau Ketua Kelompok-tani
yang telah diakui keteladanannya, yang dapat menjadi partner efektif bagi
pemerintah, tetapi kemandiri-annya tetap terjaga.
3) Pusat Pelatihan Pertanian Dan Perdesaaa
Swadaya (SP4), yang berpotensi untuk menumbuhkan kreativitas petani untuk
meng-hasilkan teknologi atau dalam mengadopsi teknologi yang setelah dilengkapi
dengan kearifan setempat menjadi modal mereka untuk maju.
4) Sekolah Lapang Perilndungan Hama Terpadu
(SLPHT), yang memiliki kelebihan dalam membangun kepentingan bersama dan saling
ketergantungan antar anggota, yang pada dasarnya adalah memperkokoh modal
sosial yang ada di masyarakat petani
(1) Pentingnya Organisasi Kelompok Tani
Mosher (1967) mengemukakan bahwa salah satu syarat pelancar
pembangunan pertanian adalah, adanya kegiatan kerja sama Kelompok Tani.
Oleh sebab itu, sejak pelaksanaan Repelita I
(1969/70-974/75) di Indonesia mulai dikembangkan pembentukan
kelompok tani, yang diawali dengan kelompok-kelompok kegiatan
(kelompok pemberantasan hama, kelompok pendengar siaran
perdesaan), dan akhirnya sejak dilaksanakannya Proyek
Penyuluh-an Tanaman Pangan/Nationaal Food Crop Extension
Project (NFCEP) pada tahun 1976, dikembangkan pula kelompok
tani berdasarkan hamparan lahan pertaniannya.
Mengenai hasil atau kemanfaatan dibentuknya kelompok tani
tersebut, salah satu temuan yang sangat menonjol adanya
perbeda-an nyata antara produktivitas yang dicapai kelompok tani
Insus dengan produktivitas petani non Insus (Adjid, 1985)
(2) Pengertian Kelompok
Iver dan Page (1961) mengemukakan bahwa, kelompok
adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama sehingga terdapat
hubungan timbal balik dan saling pengaruh mempengaruhi serta memiliki
kesadaran untuk saling tolong menolong.
Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Sherif (Gerungan, 1978) yang
mengemukakan bahwa kelompok merupakan suatu
kesatuan sosial yang terdiri atas dua atau lebih orang-orang yang
mengadakan interaksi secara intensif dan teratur, sehingga di antara
mereka terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu
yang khas bagi kesatuan tersebut.
Karena itu, "kelompok" berbeda dengan "kerumunan"
orang-orang, yang meskipun secara fisik kelihatannya bersatu, tetapi
antar indi-vidu yang berada dalam kerumunan itu sebenarnya tidak ada
hubungan atau interaksi apapun juga.
Salah satu ciri terpenting dari kelompok adalah, yang menurut
(Tomosoa, 1978) dikatakan sebagai suatu kesatuan sosial yang memiliki
kepentingan bersama dan tujuan bersama.
Tujuan tersebut dicapai melalui pola interaksi yang mantab
dan masing-masing (individu yang menjadi anggotanya) memiliki perannya
sendiri-sendiri (Dahama dan Bhatnagar, 1980). Karena itu, kelompok dapat
diartikan sebagai himpunan yang terdiri dari dua atau lebih
individu (manusia) yang memiliki ciri-ciri:
a)
memiliki ikatan
yang nyata,
b)
memiliki interaksi
dan interrelasi sesama anggotanya,
c)
memiliki struktur
dan pembagian tugas yang jelas,
d)
memiliki
kaidah-kaidah atau norma tertentu yang disepakati bersama,
dan
e)
memiliki keinginan
dan tujuan bersama.
(3) Kelompok sosial dan kelompok tugas
Dilihat dari tujuan bersama yang ingin dicapai,
dikenal adanya dua macam kelompok, yaitu kelompok sosial (social
group) dan kelompok tugas (task group).
Tentang hal ini, Bertrand mengemukakan bahwa kelompok sosial lebih
menekankan kepada tujuan pemenuhaan fungsi-fungsi sosial
seperti: keagamaan, hobby, gotong-royong, kesenian, dll. Sedang
kelompok tugas lebih menekankan kepada pelaksanaan
tugas-tugas tertentu yang harus diselesaikan dengan baik selama jangka
waktu tertentu, seperti: kepanitiaan, kelompok
SAR, Tim Perumus,
kelompok formateur, dll (Miles, 1959).
Ciri lain yang membedakan antara kelompok
sosial dan kelompok tugas adalah: kelompok sosial akan
tetap bertahan keberadaannya, meskipun ada salah satu tugas yang telah
terselesaikan; sedang kelompok tugas, seringkali segera
bubar/dibubarkan jika tugas tunggal yang dibebankan itu
telah terselesaikan. Sehingga, keterikatan anggota dalam
kelompok tugas hanya terbatas
pada adanya tugas khusus yang harus diselesaikan, sedang pada kelompok sosial,
keterikatan kepada kelompok itu seringkali
berlangsung sumur hidup, kecuali jika memang merasa sudah tidak ada
persesuaian dalam hubungan sosialnya.
(4) Pengertian Kelompok Tani
Kelompok tani, menurut Departemen Pertanian RI (1980) diartikan
sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa
(pria/wanita) maupun petani taruna (pemuda/i), yang terikat secara informal
dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan
bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang Kontak
tani. Di dalam pengertian Kelompok tani ini, termasuk juga
Gabungan Kelompok Tani
yang merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani yang dibentuk atas
dasar permufakatan di antara para petani yang bersangkutan. Pada
kenyataannya, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) terdiri atas kelompok
tani yang ada dalam satu wilayah administrasi (Desa)
atau yang berada dalam satu wilayah aliran irigasi petak pengairan
tersier.
Tetapi, dalam perkembangannya menunjukkan bahwa, kelompok tani tidak lagi
merupakan kelompok petani yang terikat secara informal, karena pembentukannya
diatur oleh Surat Edaran Menteri Pertanian No. 130/Mentan/II/1979,
sehingga lebih tepat jika Kelompok tani dinyatakan
sebagai suatu kelompok formal.
(5) Alasan Dibentuknya Kelompok Tani
Mokhzani (Wong, 1979) mengemukakan adanya asumsi
tentang kecenderungaan alami dari masyarakat petani untuk menuju
kearah kegiatan kerja sama (cooperation). Dalam hubungan ini,
Galeski (Wong, 1979) meengemukakan perlunya dibentuk kelompok tani
"baru" untuk dapat menaikkan kemakmuran masyarakat petani dari
kenaikan produktivitas dan kenaikan serta distribusi pendapatan yang
lebih merata.
Beberapa keuntungan dari pembentukan kelompok tani
itu, antara lain diungkapkan oleh Torres (Wong, 1977) sebagai berikut:
a)
Semakin eratnya
interaksi dalam kelompok dan semakin terbinanya kepemimpinan kelompok
b)
Semakin
terarahnya peningkatan secara cepat tentang
jiwa kerjasama antar petani;
c)
Semakin cepatnya
proses perembesan (difusi) penerapan inovasi teknologi) baru;
d)
Semakin
naiknya kemampuan rata-rata pengembalian
hutang (pinjaman) petani;
e)
Semakin
meningkatnya orientasi pasar, baik yang berkaitan
dengan masukan (input) maupun produk yang dihasilkannya, dan
f)
Semakin dapat
membantu efisiensi pembagian air irigasi serta pengawasannya oleh petani
sendiri.
Di lain pihak, Sajogyo (1978) memberikan tiga alasan
utama dibentuknya kelompok tani yang mencakup:
a)
Untuk
memanfaatkan secara lebih baik (optimal) semua sumberdaya yang
tersedia.
b)
Dikembangkan oleh
pemerintah sebagai alat pembangunan.
c)
Adanya
alasaan ideologis yang "mewajibkan" para petani untuk
terikat oleh suatu amanat suci yang harus mereka
amalkan melalui kelompok taninya.
(6) Ragam Kelompok Tani
Berbagai macam kelompok tani yang pernah dicoba pembentukan dan
pengembangannya di Indonesia antara lain adalah:
Kelompok Pendengar, Kelompok Petani Pemakai Air, Kelompok Demonstrasi
Area dan yang terakhir adalah yang
sekarang dikenal dengan Kelompok Tani Hamparan yang merupakan bentuk kerjasama
petani yang memiliki lahan (garapan) disuatu wilayah hamparan yang sama
(Soewardi, 1980).
Bentuk kelompok tani yang terakhir ini, sebenarnya mulai
dikem-bangkan sejak dilaksanakannya Proyek Penyuluhan Pertanian Tanaman Pangan
(National Food Crops Extension Project/NFCEP) sejak tahun 1976.
Tentang berbagai bentuk kelompok tani yang pernah dibentuk dan
dikembangkan di Indonesia tersebut, Hadisapoetro (1978)
menyim-pulkan tentang adanya dua kelompok tani yang dapat dibedakan
menurut wilayahnya, yaitu: "kelompok tani hamparan
atau kelom-pok-tani lapangan", dan "kelompok
tani tetangga" atau "kelompok tani
domisili". Sedang
kelompok-kelompok kegiatan yang semula telah terlebih
dahulu terbentuk, merupakan bagian atau salaah satu kegiatan yang terus
dikembangkan oleh kelompok tani hamparan tersebut.
Di lain pihak, secara sosiologi Rusidi (1978) menyimpulkan
bahwa, kelompok tani yang semula bersifat kelompok sosial (social group)
telah berkembang menjadi kelompok tugas (task group). Dan dilihat dari gejala organisasi, Totok Mardikanto
(1983) menyebutkan kelompok tani bukan lagi suatu kelompok
informal, tetapi lebih tepat disebut sebagai kelompok formal atau
organisasi yang berstruktur rangkap: pamrih-paksaan.
(7) Organisasi Kelompok Tani: Kasus di Indonesia
a) Struktur organisasi kelompok tani
Menurut konsep yang tercantum dalam sistem kerja penyuluhan pertanian
dengan "Latihan dan Kunjungan" ("Training
and Visit System"), Hadisapoetro (1978) menyimpulkan
bahwa setiap kelom-pok tani dipimpin oleh seorang
Kontak tani (dan staf pengurusnya) yang membina 10-20 petani maju.
Masing-masing petani maju mempimpin satu kelompok kegiatan ataau satu
kelompok hamparaan/bulak yang beranggotakan sekitar 5-10 orang petani.
Dari gambaran struktur organisasi kelompok tani
tersebut, dapat dilihat bahwa otoritas, wewenang, dan sistem
komunikasi berjalan menurut hirarki:
Kontak tani/pengurus kepada Petani maju, Petani
maju kepada Petani pengikut, dan sebaliknya.
b) Keterlibatan anggota kelompok tani
Hasil survei yang telah dilakukan oleh tim UNPAD
(1980) menun-jukkan bahwa: motivasi utama keikutsertaan
anggota dalam kelom-pok tani terutama didorong oleh hasrat
meningkatkan kemampuan berusahatani dan pemenuhan kebutuhan primer
(terutama yang berupa sarana produksi pertanian).
Keadaan seperti ini memberikan petunjuk bahwa, keterlibatan anggota
kelompok tani bukan dilandasi oleh pertimbangan rohani yang
bersifat normatif, melainkan berdasarkan
alasan-alasan duniawi yang kalkulatif (menghitung untung/rugi).
c) Pembagian fungsi-fungsi organisasi
Meskipun tidak dinyatakan secara tegas (eksplisit), struktur organisasi
kelompok tani telah memberikan gambaran yang menunjukkan tentang adanya
pembagian tugas yang jelas di antara: Kontak tani/staf pengurus, Petani
maju, dan Petani pengikutnya.
Pembagian tugas (fungsi organisasi) tersebut,
mencakup kegiatan-kegiatan perencanaan program kerja, maupun dalam
pelaksanaan program kerja itu sendiri. Tentang hal ini, sejak
dikembangkannya program Supra Insus (1989), tugas Kontak
tani/staf pengurus semakin jelas dalam bentuk
perumusan: RDK (rencana definitif kelompok) dan RDKK (rencana
daftar kebutuhan kelompok).
d) Medan sosial kelompok tani
Bertolak dari rincian medan sosial petani yang dikemukakan oleh
Redfield (1982), medan sosial kelompok tani adalah:
i Kelompok tani memiliki medan sosial
berdasarkan teritorial seluas desanya masing-masing.
Hal ini, disebabkan karena setiap kelompok tani
memiliki wilayah teritorial yang mencakup hamparan lahan pertanian maupun
lingkungan tempat tinggal.
i Kelompok tani memiliki medan sosial yang berupa
"pasar lokal", sebab kelompok tani hanya memasarkan produksi di
tingkat lokal seluas wilayah Kecamatan masing-masing (baik untuk
memenuhi kebutuhan sarana produksi maupun kebutuhan pokoknya,
maupun dalam kaitan dengan pemasaran produk yang dihasilkan
kepada pihak swasta maupun KUD).
i Medan sosial jaringan kerja Kelompok
Tani telah mencapai seluruh negeri (nasional). Hal ini
dimungkinkan karena adanya media masa dan hubungan pribadi antar
Kontak tani ditingkat nasional.
e) Hubungan kelompok tani dengan masyarakatnya
Secara fungsional, setiap kelompok tani memiliki
fungsi untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan demi tercapainya
sasaran pening-katan produksi pertanian, dan
pendapatan petani serta kesejah-teraan masyarakatnya sendiri
maupun kesejahteraan masyarakat luas pada umumnya (terutama yang berkaitan
dengan swasembada pangan dan peningkatan ekspor untuk menghasilkan
devisa), yaitu dalam bentuk terkendalinya kegiatan-kegiataaan
yang diperlukan untuk
keberhasilan usahatani di lingkungan mereka.
Berkaitan dengan itu, sejalan dengan araah pembinaan Koperasi Unit
Desa (KUD), Soewardi (1976) menawarkan agar kelompok-kelompok tani
dapat dijadikan organisasi pra koperasi. Dan secaraa organisatoris,
Hadisapoertro (1978) menawarkaan pengintegrasian antara Kelompok
tani dengan KUD setempat.
Lebih lanjut Soewardi (1980) juga menawarkan agar Kelompok tani dapat
dikaitkan dalam program perkreditan. Harapan seperti ini, mulai
terwujud dengan dikembangkannya TPK (tempat pelayanan
koperasi) di setiap kelompok tani dan penyaluran kredit
usahatani (KUT) lewat kelompok tani sejak pelaksanaann
program Supra Insus.
4 Kaitan kelompok tani dengan pemerintahan desa sebagai
pemegang otorita di tingkat desa
Di dalam struktur organisasi pemerintahan
desa, kelompok tani sebenarnya merupakan organisasi masyarakat yang
berada di bawah pembinaan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dan
merupakan organisasi kemasyarakatan yang melaksanakan fungsi
(antara lain) sebagai wadah partisipasi masyarakat desa yang
mempunyai program (antara lain) untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan pembangunan sektor pertanian (Saparin, 1979).
4 Kaitan kelompok tani dengan pemeritahan desa
selaku satuan pelaksana BIMAS di tingkat desa.
Hubungan kelompok tani dengan pemerintahan desa
selaku Satuan Pelaksana BIMAS di tingkat Desa,
digambarkan dalam bentuk hubungan kelompok tani dengan Kepala
Urusan Pembangunan yang bersifat koordinatif (kerjasama).
Hubungan koordinatif tersebut, adalah
dalam rangka pengendalian kegiatan-kegiatan yang diperlukan demi
tercapainya sasaran peningkataan produksi dan pendapatan
masyarakat petani di desa yang bersangkutan.
4 Kaitan kelompok tani dengan organisasi penyuluhan
pertanian
Di dalam struktur organisasi
penyuluhan pertanian, kelompok tani memiliki hubungaaan fungsional
dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL Hubungan fungsional tersebut,
terlihat pada:
i penyampaian kebijaksanaan pembangunan pertanian oleh PPL.
i penyampaian inovasi oleh PPL dan umpan baliknya dari
anggota kelompok tani.
i pemecahan masalah yang dihadapi kelompok tani.
i pembinaan PPL dalam perencanaan
program kelompok tani (perumusan RDK dan RDKK).
i kerjasama PPL dan kelompok tani dalam pelaksanaan
pengujian lokal, demonstrasi, dan program-program penyuluhan pertanian
yang telah dirancang bersama antara PPL dan Kelompok
tani yang bersangkutan.
5.
Kelembagaan
Penyuluhan Oleh Swasta dan LSM
Kegiatan penyuluhan pertanian oleh swasta, mulai banyak dilakukan oleh
produsen pupuk dan pestisida sejak masih diberlakukannya pemberian subsidi
sarana produksi kepada petani melalui program BIMAS/INMAS. Terkait dengan hal
ini, kegiatan penyuluhan pertanian dilakukan oleh setiap Kantor Perwakilan
melalui para petugas pemasaran (marketing representatives) atau
tenaga-lapang (spot worker) yang melakukan pengujian-lokal dan Demplot.
Di pihak lain, kegiatan penyuluhan pertanian yang dilakukan oleh LSM,
biasanya dilakukan melalui pengorganisasian masyarakat-lokal, pemberian
advokasi, penyelenggaran pelatihan,
pendamp[ingan, dan pelaksanaan Demplot/pengujian-lokal.
Berkaitan dengan kegiatan penyuluhan pertanian yang dilakukan oleh pihak swasta
dan LSM tersebut hingga kini relatif masih bebas dari campur-tangan pemerintah,
bahkan pada awalnya sering dianggap ”mengganggu” kebijakan dan penyuluhan yang
dilakukan oleh pemerintah.
Tetapi, seiring dengan menurunnya peran penyuluhan serta menurunnya citra
penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah, keberadaannya semakin diakui dan
dibangun kerjasama kolaboratif antara lembaga penyuluhan pertanian pemerintah
dengan pihak swasta dan LSM.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Penyuluhan Pertanian Yopy
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://prodipplk.blogspot.com/2015/10/penyuluhan-pertanian-yopy.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
1 komentar:
Jika Anda memiliki masalah keuangan, sekarang saatnya Anda tersenyum. Anda hanya perlu menghubungi Bpk. Benjamin dengan jumlah yang ingin Anda pinjam dan periode pembayaran yang sesuai untuk Anda dan Anda akan memiliki pinjaman dalam waktu kurang dari 48 jam. Saya hanya mendapat manfaat untuk keenam kalinya pinjaman 700 ribu dolar untuk jangka waktu 180 bulan dengan kemungkinan membayar sebelum tanggal kedaluwarsa. Lakukan kontak dengannya dan Anda akan melihat bahwa dia adalah orang yang sangat jujur dengan hati yang baik. Surelnya adalah lfdsloans@lemeridianfds.com dan nomor telepon WhatApp-nya adalah + 1-989-394-3740
Posting Komentar